REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Selama pandemi Civid-19, kegiatan belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi dilaksanakan secara daring. Alhasil, anak-anak dan remaja mempunyai waktu lebih banyak untuk mengakses ponsel mereka. Hal itu memicu kekhawatiran terhadap kecanduan gawai.
Pada medio 2019, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin, Solo, Jawa Tengah, mencatat adanya kenaikan jumlah pasien anak-anak dan remaja yang kecanduan ponsel. Dalam tiga bulan terakhir ada 35 pasien kecanduan ponsel yang berobat ke RSJD Solo.
Namun, selama pandemi Covid-19, pasien anak-anak dan remaja yang kecanduan gawai justru menurun. Hal itu lantaran masyarakat menghindari berkunjung ke rumah sakit.
Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJD dr Arif Zainudin, Aliyah Himawati, mengatakan selama pandemi Covid-19 ini, jumlah pasien anak-anak dan remaja yang kecanduan gawai tidak banyak. Sebab, pandemi ini untuk datang ke rumah sakit menjadi sebuah ketakutan tersendiri.
"Jadi mungkin kayak fenomena gunung es, mereka tidak membawa anak-anak berobat kesini tapi kondisi di luar bagaimana kami tidak bisa memantau," kata Aliyah saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (18/2).
Aliyah mengakui, pada 2019 pasien kecanduan gawai cukup tinggi. Namun, sejak pandemi tingkat kedatangan pasien ke rumah sakit turun lantaran orang tua tidak bawa anak-anak berobat ke rumah sakit.
"Dan mereka di rumah tidak ada pantuan, ada satu dua yang masih melanjutkan kontrol, yang pernah sakit masih ada yang kontrol melanjutkan terapi. Sebenarnya kami ada layanan telemedicine tapi selama ini belum ada yang datang dengan telemedicine," papar Aliyah.
Menurutnya, jika pasien sudah dibawa ke RSJD untuk terapi, maka artinya tingkat kecanduan gawai tergolong berat. Merujuk buku panduan, Aliyah menyebut, pandampingan terhadap pasien kecanduan gawai dilakukan kurang lebih enam bulan.
Salah satu akibat kecanduan gawai yakni emosi labil. Sehingga, penanganan pertama dilakukan dengan menstabilkan emosi dan perilaku yang menyimpang biasanya dengan beberapa langkah. Langkah pertama dengan obat. Setelah pasien lebih tenang, proses terapi lebih fokus pada terapi perilaku.
"Biasanya setelah terapi mereka berangsur membaik. Tapi karena kondisi pandemi ini sekarang anak-anak tidak bisa lepas gawai, mereka masih bermain ponsel tapi mereka bisa bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugas sekolah," terangnya.
Aliyah menyarankan kepada para orang tua agar melakukon kontrol kepada anak-anak mereka setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar secara daring selama pandemi ini. Sehingga, anak-anak tidak kecanduan bermain ponsel.
Secara keseluruhan, layanan di Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja selama pandemi ada penurunan. Namun, pasien yang berobat tetap ada. Sebab, layanan lainnya seperti anak-anak berkebutuhan khusus yang memerlukan terapi masih tetap berobat.