REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan pengetatan protokol kesehatan terhadap pelaku perjalanan luar negeri untuk mencegah masuknya kasus impor dari varian virus SARS-CoV-2 yang beredar di Inggris. Pengetatan yang dimaksud, yakni screening dan karantina.
"Jadi sekarang sudah harus melakukan 'screening' lebih banyak dan karantina. Artinya lebih ketat, dengan maksud jangan sampai ada kasus masuk ke Indonesia yang berbahaya sehingga menyebabkan pengendalian kasus di Indonesia semakin sulit," katanya dalam konferensi pers tentang Perkembangan Penerapan Protokol Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan Internasional dari Graha BNPB di Jakarta, Kamis (18/2).
Ia mengatakan pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 telah membuat aturan agar pelaku perjalanan internasional dan nasional dibatasi. Pembatasan itu untuk mencegah penularan dari luar negeri ke Indonesia.
Dalam perjalanannya, pembatasan yang dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan itu terus mengalami beberapa perubahan aturan. Mulai dari penyesuaian aturan protokol kesehatan pada 19 Desember 2020 sampai 8 Januari 2021 bagi WNA dan WNI tertentu, hingga aturan larangan masuk sementara bagi WNA dari Inggris pada 22 Desember 2020 sampai 8 Januari 2021.
Mengingat penyebaran kasus varian baru virus SARS-CoV-2 dari Inggris yang terus meluas ke beberapa negara lain, maka Indonesia membatasi kedatangan WNA atau WNI dari semua negara sampai dengan 14 Januari 2021 dan diperpanjang dari 9 Februari sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian.
Pembatasan itu dilakukan dengan penerapan protokol yang semakin ketat di pintu masuk kedatangan untuk memastikan tidak ada penyebaran kasus impor baru ke wilayah Indonesia.
"Proses (pembatasan dan pengetatan, red.) itu juga terus berjalan sampai dengan syarat-syarat PCR-nya. Syarat-syarat PCR juga diubah dari waktu ke waktu. Pertama hanya cuma menunjukkan PCR sebelum perjalanan. Nah, sekarang sudah harus melakukan 'screening' lebih banyak dan karantina," katanya.
Dengan melakukan pemeriksaan yang semakin ketat mulai sebelum keberangkatan dan setelah kedatangan, pemerintah mampu menjaring kasus-kasus baru pada saat WNA atau WNI tersebut tiba atau setelah dikarantina selama lima hari di Indonesia. "Dengan semakin ketat, akhirnya kita bisa mendapatkan kasus-kasus yang tes sebelum berangkat itu negatif. Ternyata setelah sampai di sini dan kita persyaratkan untuk dites PCR hasilnya positif," kata Wiku.
Fenomena terjaringnya kasus-kasus baru di pintu kedatangan itu terjadi karena masa inkubasi dari virus SARS-CoV-2 sekitar 5-6 hari. Untuk itu, masa karantina bagi para pendatang tersebut juga dilakukan selama lima hari.
"Jadi mengapa kok pada saat dites 3x24 jam sebelum jam keberangkatan hasilnya negatif, tetapi sampai di sini dites ulang pada saat tiba akhirnya positif? Ya, karena masa inkubasi tersebut," katanya.
Ia menyatakan tentang pentingnya kepastian kesehatan seseorang yang melakukan perjalanan luar negeri. "Karena itu, dengan 'screening'tersebut bisa dipastikan bahwa kalau negatif ya negatif. Kalau positif tapi waktu pemeriksaan belum terdeteksi karena masa inkubasinya masih berjalan atau karena yang menggunakan PCR ini baru efektif sekitar hari ke-3 atau 4 dari infeksi penularannya, maka dia akan terjaring pada saat di Indonesia dites," demikian Wiku.