REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mencatat, pemesanan instrumen Obligasi Negara Ritel atau ORI seri ORI019 sudah melampaui target hingga hampir tiga kali lipat. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berinvestasi disebut sebagai faktor utama permintaan yang tinggi.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan mencatat, per Rabu (17/2), tingkat penawaran ORI019 telah memenuhi batasan maksimal Rp 26 triliun. Pencapaian ini melebihi target yang ditetapkan pemerintah saat awal penawaran, Rp 10 triliun.
Karena tingginya permintaan terhadap instrumen ini, pemerintah memutuskan mempercepat penutupan pemesanan. "Secara resmi, ditutup 18 Februari. Namun demikian, pemesanannya sudah ditutup Rabu tanggal 17 Februari karena sudah memenuhi kuota," kata Deni saat dihubungi Republika.co.id pada Jumat (19/2).
ORI019 sudah ditawarkan sejak Senin (25/1) dengan imbal hasil 5,57 persen per tahun. Penawaran ORI019 dilakukan secara online (e-SBN) dengan minimum pemesanan adalah Rp 1 juta dan maksimum sebesar Rp 3 juta. Penetapan penerbitan akan dilaksanakan pada Senin (22/2).
Penawaran terhadap ORI019 juga melampaui hingga 100 persen dari realisasi seri sebelumnya, ORI018. Saat ditawarkan pada Oktober 2020, ORI018 mampu terjual Rp 12,97 triliun
Deni menyebutkan beberapa faktor yang mendasari tingginya permintaan ORI019. Salah satunya, dari sisi suplai, ORI019 banyak dinilai sebagai instrumen investasi yang aman. "Sebab tidak ada risiko gagal bayar, imbal hasil cukup kompetitif, mudah aksesnya secara online dan dapat membantu pembiayaan APBN," ujarnya.
Sementara itu, dari sisi permintaan, sebagian golongan masyarakat masih memiliki dana untuk investasi sebagai dampak berkurangnya tingkat konsumsi mereka. Hal ini terutama dialami oleh masyarakat menengah ke atas.
Di sisi lain, Deni menambahkan, kesadaran masyarakat mengenai berinvestasi semakin tumbuh, terutama generasi milenial. "Biasanya generasi milenial menjadi yg paling besar, sekitar 40 persen dari total investor," ucapnya.
Untuk mencapai target, Deni menyebutkan beberapa strategi marketing yang dilakukan Kemenkeu. Di antaranya mengoptimalkan kegiatan marketing melalui platform elektronik seperti webinar dan media sosial.
Selain itu, Kemenkeu juga menjalin kerja sama dengan beberapa institusi terkait, misalnya sekolah pasar modal. Sosialisasi kepada calon investor maupun mereka yang telah berinvestasi sebelumnya juga dilakukan melalui radio dan televisi.