REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan lanjutan yang memberi kelonggaran bagi lembaga keuangan. Adapun relaksasi ini untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation.
“Kebijakan ini akan efektif berlaku 1 Maret 2021,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (19/2).
ATMR merupakan kependekan dari aset tertimbang menurut risiko atau risk weighted asset (RWA) yang berarti jumlah aset sebuah bank berdasarkan profil risiko masing-masing aset tersebut. Sebagai catatan, tidak semua aset tersebut memiliki risiko, seperti risiko kredit ataupun risiko pasar dan risiko operasional.
Adapun BMPK merupakan kependekan dari batas maksimum pemberian kredit. Di dalamnya bisa meliputi bank umum, bank perkreditan rakyat, bank perkreditan rakyat syariah maupun penyertaan modal.
“Stimulus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan sektor jasa keuangan meliputi kebijakan perbankan, kebijakan perusahaan pembiayaan dan lembaga pengelola investasi,” ucapnya.
Dari sektor perbankan, pelonggaran mencakup kebijakan kredit kendaraan bermotor. Pertama, bobot risiko kredit (ATMR) menjadi 50 persen bagi kredit kendaraan bermotor (KKB) dari sebelumnya 100 persen. Kedua, perbankan yang memenuhi kriteria profil risiko satu dan dua dimungkinkan untuk memberikan uang muka kredit kendaraan bermotor sebesar nol persen.
Adapun kredit kepada produsen kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) telah mendapat pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK), penilaian kualitas aset satu pilar. Selanjutnya, penilaian ATMR kredit diturunkan menjadi 50 persen dari semula 75 persen.
Relaksasi juga mencakup kebijakan kredit beragun rumah tinggal, utamanya terkait bobot risiko ATMR. Bagi uang muka muka nol persen sampai 30 persen maka loan to value (LTV) bisa lebih dari 70 persen, dan ATMR 35 persen.
Sedangkan uang muka 30 persen sampai 50 persen maka LTV 50-70 persen, dan ATMR 25 persen. Jika bila uang muka lebih dari 50 persen maka (LTV) kurang dari 50 persen, dan ATMR 20 persen.
“Pelonggaran juga terkait kebijakan kredit sektor kesehatan, sebagai upaya dukungan langsung sektor kesehatan untuk mengatasi pandemi, OJK menetapkan bahwa kredit untuk sektor kesehatan dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen dari sebelumnya 100 persen," jelasnya.