REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari kedua kunjungan kerja (Kunker) Komisi III DPR RI ke DKI Jakarta, bertemu dengan Polda Metro dan Badan Narkotika Provinsi (BNP) DKI Jakarta. Saat melakukan pertemuan di Polda Metro, Jakarta, Jumat (19/2), Anggota komisi hukum DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Aboe Bakar Alhabsyi menanyakan soal 'polisi nakal', serta prosedur penanganan perkara yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Apalagi, ungkap Habib Aboebakar sapaan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu, pada tahun kemarin ada 45 personel Polda Metro yang diberhentikan dengan tidak hormat. Angka ini, menurut dia, naik 13 persen dari sebelumnya.
"Artinya jumlah oknum 'polisi nakal' di Jakarta bertambah tahun ini. Seharusnya Polda memiliki langkah antisipatif untuk mencegah adanya oknum nakal dalam menjalankan tugasnya. Perlu dilakukan pembinaan mental dan mekanisme pengawasan yang ketat agar tidak ada oknum nakal lagi," ujarnya.
Habib Aboebakar menyampaikan ini karena banyaknya keluhan dari masyarakat yang menceritakan bahwa mereka sangat sulit mendapatkan akses untuk menemui atau memberikan pendampingan hukum, utamanya kalau kasus aksi demonstrasi.
Bahkan, keluhan serupa juga datang dari Organisasi Bantuan Hukum yang resmi terdaftar di Kemenkumham. Misalkan saja pada waktu mereka mendampingi peserta aksi Omnibus Law, Kanit Kamneg tidak memberikan akses pendampingan, padahal pendampingan hukum adalah hak asasi yang harus diberikan kepada semua orang.
Selain itu, masih dikatakan Sekjen DPP PKS itu, ada beberapa masukan terkait pendampingan tahanan untuk orang miskin, ada beberapa catatan untuk Polda dari para pengacara pro bono. Pertama, akses penyuluhan di rutan polda dan polres sangat tertutup, padahal; Undang-Undang (UU) Bantuan Hukum memberikan program ini, ini resmi program melalui Kemenkumham.
Kedua, Rumah Tahanan (Rutan) Polda dan Polres tidak tahu cara membuat surat keterangan miskin. Padahal rutan-rutan lain biasa memberikan surat tersebut sebagai syarat pemberian bantuan hukum gratis untuk masyarakat miskin.
"Catatan-catatan ini tolong dijadikan masukan untuk dilakukan pembenahan kedepan, karena meskipum Jakarta adalah Kota Metropolis, tidak semua orang yang bermasalah merupakan orang yang memiki kemampuan keuangan untuk didampingi pengacara, inilah fungsinya negara memberikan bantuan hukum melaui APBN," imbuhnya.
Selain itu, Habib Aboebakar menggaris bawahi terkait peredaran narkoba di Jakarta. Dirinya menyampaikan kepada Kepala BNP Jakarta bahwa saat ini diperkirakan pengguna Narkoba di Jakarta mencapai 260 ribu orang.
"Padahal ada visi 'Jakarta Zero Narkoba'. Untuk itu, perlu ada langkah ekstra oleh BNP DKI Jakarta untuk mewujudkan Jakarta Zero Narkoba ini, perlu ada desain khusus oleh BNP Jakarta untuk menekan jumlah pengguna narkoba di Jakarta.
Kesempatan itu, Habib Aboebakar juga mencermati persoalan peredaran Narkoba ditengah pandemik virus corona atau Covid-19. Pasalnya, pada saat Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) karena Covid-19, ternyata peredaran Narkoba tidak menurun, bahkan dibeberapa daerah cenderung meningkat.
"Untuk itu, saya mendorong langkah ekstra dilakukan oleh BNP DKI Jakarta untuk mengurangi peredaran narkoba di saat pembatasan Covid-19," pinta Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Selatan I itu.