REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan soal hadits dhaif (lemah) dan sikap seorang Muslim terhadap hadits tersebut. Apakah bisa menjadi rujukan? Ataukah betul-betul mutlak tidak bisa dijadikan dasar untuk suatu amalan?
Ustadz Ahmad memaparkan, para ulama berbeda pendapat soal keberadaan hadits dhaif. Setidaknya ada tiga kecenderungan yang berbeda dalam menanggapi hal itu.
Pertama, yaitu para ulama yang mutlak menolak seluruh hadits dhaif. Bagi mereka hadits dhaif sama sekali tidak akan dipakai untuk apa pun juga, baik itu masalah keutamaan, kisah-kisah, nasehat maupun peringatan. Apalagi kalau sampai masalah hukum dan akidah.
"Tidak ada tempat buat hadits dhaif di hati mereka. Di antara mereka terdapat nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu'in, Ibnu Hazm dan lainnya," jelasnya seperti dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Jumat (19/2).
Kedua, ada para ulama yang dalam pendapatnya masih menerima sebagian dari hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf.