REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Oposisi Pemerintah Rusia, Alexei Navalny kalah dalam pengajuan banding di pengadilan pada Sabtu. Namun, masa hukumannya diperpendek.
Tokoh utama pengkritik Presiden Vladimir Putin itu dipenjara bulan ini atas pelanggaran pembebasan bersyarat, yang disebutnya merupakan rekayasa. Negara-negara Barat mengutuk kasus tersebut dan sedang membahas sanksi yang mungkin dijatuhkan bagi Rusia.
Pengadilan di Moskow menolak permohonan Navalny, namun mengurangi masa hukuman penjara selama enam pekan dari yang awalnya 3,5 tahun. Dengan waktu yang telah Navalny habiskan sebagai tahanan rumah, ia akan berada di penjara selama dua tahun delapan bulan.
"Mereka mengurangi masa hukuman selama 1,5 bulan. Hebat!" kata Navalny di ruang persidangan, saat menyindir putusan pengadilan.
Politisi oposisi tersebut sebelumnya mengatakan kepada hakim bahwa ia tidak bersalah atas tuduhan pelanggaran pembebasan bersyarat, sebagaimana yang diputuskan oleh pengadilan sebelumnya.
Navalny kembali dari Jerman ke Rusia pada Januari, setelah ia mendapat perawatan medis dan pulih dari peristiwa peracunan di Siberia pada Agustus 2020. Negara-negara Barat menyebut ia diracun menggunakan zat saraf.
Navalny mengatakan ia tidak dapat melapor kepada layanan penjara Moskow tahun lalu karena sedang berada dalam masa penyembuhan di Jerman saat itu."Saya tidak berniat terlalu pamer, namun seluruh dunia tahu di mana saya ketika itu. Tak lama setelah pulih, saya membeli tiket pesawat dan kembali pulang," ujar Navalny kepada hakim.
Bagaimanapun, Navalny menyebut dirinya tidak merasa menyesal kembali ke Rusia. Ia mengatakan percaya Tuhan membantunya bertahan.