REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyatakan keputusan negara itu untuk mengakhiri inspeksi mendadak oleh inspektur PBB pada 23 Februari tidak berarti meninggalkan kesepakatan nuklir 2015. Teheran tetap mendesak Washington harus mencabut sanksi untuk menyelamatkan pakta tersebut.
"Semua langkah kami (untuk melanggar kesepakatan) dapat dibatalkan ... Langkah pada 23 Februari tidak mengabaikan kesepakatan," kata Zarif dalam wawancara yang disiarkan televisi dengan English Language Press TV.
Direktur jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, berada di Teheran untuk membahas kegiatan verifikasi penting badan itu bertemu dengan kepala atom Iran pada Ahad (21/2). Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi, mengatakan bahwa kekhawatiran badan tersebut atas Iran yang mengakhiri penerapan Protokol Tambahan IAEA akan dibahas selama pertemuannya dengan Grossi.
Melalui undang-undang yang diberlakukan oleh anggota parlemen Iran tahun lalu, pemerintah berkewajiban pada 23 Februari untuk membatasi inspeksi IAEA. Badan Nuklir PBB hanya bisa mendatangi situs nuklir yang diperbolehkan, mencabut akses pemberitahuan singkatnya ke lokasi mana pun yang dianggap relevan untuk pengumpulan informasi, jika pihak lain tidak sepenuhnya mematuhi kesepakatan.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya siap untuk berbicara dengan Iran tentang kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Upaya itu bertujuan untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir sambil mencabut sebagian besar sanksi internasional. Mantan Presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.