REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembayaran dividen global diperkirakan akan meningkat hingga 5 persen pada tahun ini. Peningkatan tersebut seiring dengan kondisi perekonomian global yang mulai pulih setelah tertekan akibat pandemi Covid-19.
Pada tahun lalu, pembayaran dividen dari korporasi mengalami penurunan tajam, bahkan merupakan yang terbesar sejak krisis keuangan satu dekade yang lalu. Penurunan pembayaran dividen kepada pemegang saham mencapai 10 persen.
Dilansir Reuters, penurunan sebesar 220 miliar dolar AS atau setara Rp 3.096,9 triliun telah terjadi sepanjang April hingga Desember 2020. Sebagian di antaranya memangkas dividen dan sebagian lainnya memutuskan untuk tidak membagikan dividen.
Meski demikian, pada 2021 kondisi keuangan emiten sudah mulai mengalami pemulihan. "Sangat mungkin perusahaan membayar dividen khusus pada 2021, memanfaatkan posisi kas yang kuat untuk menutupi sebagian penurunan distribusi pada 2020," kata manajer investasi Janus Henderson, Senin (22/2).
Namun Henderson melihat masih ada potensi penurunan pembayaran dividen korporasi sebesar 2 persen pada tahun ini. Dividen perbankan kemungkinan akan mendorong rebound pembayaran pada tahun 2021 setelah Bank Sentral Eropa dan Bank of England melonggarkan larangan bagi pemberi pinjaman atas dividen dan pembelian kembali.
Kebijakan Ini diberlakukan selama gelombang pertama pandemi untuk mengantisipasi potensi peningkatan pinjaman buruk. Perusahaan pertambangan dan minyak memotong dividen setelah penurunan harga komoditas, sementara perusahaan konsumen juga terpukul setelah lockdown.
Dividen Eropa, tidak termasuk Inggris, turun sebesar 28,4 persen pada akhir tahun 2020 menjadi 171,6 miliar dolar AS. Ini merupakan pembagian dividen terendah di Eropa setidaknya sejak 2009.
Sebaliknya, pembayaran dividen di Amerika Utara naik 2,6 persen sepanjang tahun lalu dengan mencatatkan rekor baru sebesar 549 miliar dolar AS. Kanada merupakan dengara dengan pemotongan dividen paling sedikit di dunia.