REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat akan bisa 'window shopping' perbankan dengan kebijakan baru dari Bank Indonesia. Asesmen transmisi suku bunga kebijakan kepada Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan akan membuat bank mempublikasikan suku bunganya pada masyarakat.
Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Juda Agung menyampaikan transparansi suku bunga bank ini membuat masyarakat bisa memilih bank berdasarkan suku bunga yang ditawarkannya. Ini akan memicu kompetisi bank sehingga memberikan dampak positif pada cepatnya transmisi suku bunga acuan ke suku bunga bank.
"Ini supaya masyarakat semakin aware, kalau tidak transparan kan seolah banknya sudah memberikan yang terbaik, padahal ada suku bunga bank lain yang lebih baik," katanya dalam Media Briefing BI, Senin (22/2).
Mekanisme tersebut akan membuat suku bunga lebih fleksibel dan perbankan terpacu untuk lebih kompetitif. Selama ini, transparansi suku bunga tidak dilakukan secara meluas, hanya antara bank dengan nasabah. Dengan transparansi maka nasabah bisa memilih yang lebih baik dan mekanisme pasar berjalan dengan baik.
Ini juga menjadi salah satu upaya BI agar perbankan segera menurunkan suku bunga dasar kreditnya. BI sudah turunkan 150 bps suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sejak Februari 2020.
"Transmisinya ke suku bunga deposito sangat cepat sementara pada suku bunga kredit perbankan sangat lambat," katanya.
Kelompok bank Himbara atau BUMN menempati suku bunga dasar kredit yang paling tinggi yakni 10,79 persen. Diikuti oleh BPD sebesar 9,8 persen Bank Umum Swasta Nasional sebesar 9,67 persen, dan bank asing sebesar 6,17 persen.
Sementara dari sisi segmen kredit, tertinggi ditempati oleh kredit konsumsi KPR sebesar 13,75 persen. Diikuti oleh konsumsi non-KPR sebesar 10,85 persen, mikro sebesar 9,7 persen, ritel sebesar 9,68 persen, dan korporasi sebesar 9,18 persen.
Kredit mikro mencatat penurunan SBDK sebesar 276 bps sejak Juni 2019. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan penurunan SBDK pada segmen
kredit lainnya, tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah dalam mendorong pembiayaan pada skala usaha mikro melalui pemberian subsidi bunga kredit, di tengah pelemahan ekonomi akibat pandemi.
"Untuk teknisnya sendiri, BI masih belum tentukan ya, mungkin nanti dari OJK juga, bisa dengan di pintu kantor cabang, apa nanti di website atau lainnya," katanya.
Publikasi serupa merupakan sebuah praktik internasional yang sering dijumpai. Bank sentral negara lain seperti di Malaysia, India, dan Tiongkok juga meluncurkan kebijakan transparansi suku bunga kredit melalui publikasi External Benchmark Rate, Loan Prime Rate, dan Base Rate.
IMF juga meminta tiap negara anggota untuk menyampaikan Reference Lending Rate dan Reference Deposit Rate untuk dipublikasikan sebagai selisih referensi suku bunga pinjaman terhadap suku bunga simpanan. Ini merupakan salah satu Financial Soundness Indicator (FSI).