Senin 22 Feb 2021 04:00 WIB

Pemerintah Kejar 1 Juta Vaksinasi per Hari

Peraturan presiden dan menteri soal vaksin gotong royong akan keluar pekan ini

Vaksinator menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 gelombang II di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Jawa Tengah, Senin (22/2/2021). Pada vaksinasi gelombang kedua yang diprioritaskan kepada petugas pelayanan publik Pemprov Jateng (Aparatur Sipil Negara), TNI, Polri, pejabat BUMD, wartawan hingga atlet itu, Pemprov Jateng menargetkan minimal 1.000 penerima vaksin dalam satu hari.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Vaksinator menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac saat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 gelombang II di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Jawa Tengah, Senin (22/2/2021). Pada vaksinasi gelombang kedua yang diprioritaskan kepada petugas pelayanan publik Pemprov Jateng (Aparatur Sipil Negara), TNI, Polri, pejabat BUMD, wartawan hingga atlet itu, Pemprov Jateng menargetkan minimal 1.000 penerima vaksin dalam satu hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mengejar target dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan vaksinasi 1 juta orang setiap hari pada kuartal kedua dan ketiga. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penyelesaian vaksinasi bagi seluruh warga In donesia.

Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Raden Pardede menjelaskan, saat ini jumlah penyuntikan vaksin yang dilakukan tenaga kesehatan (nakes) pemerintah baru mencapai 70 ribu hingga 80 ribu orang per hari. Jumlah itu akan ditingkatkan secara signifikan melalui berbagai proses persiapan yang kini sudah mulai dilakukan.

"Jadi, memang nanti yang kita harapkan terjadi percepatan itu sebagaimana target Bapak Presiden, itu di kuartal kedua dan kuartal ketiga itu kita harus bisa memvaksinasi hampir 1 juta orang per hari. Ini yang sekarang kami akan kejar sehingga mampu memvaksinasi jauh lebih besar lagi," tutur Raden dalam keterangan resminya, Sabtu (20/2).

Raden menuturkan, pelaksanaan vaksinasi yang baru sedikit tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Faktor utamanya adalah jumlah kedatangan vaksin dari negara produsen yang masih terbatas. Kemudian, pemberian vaksin secara luas juga terkendala jumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan milik pemerintah yang tidak sebanyak milik swasta.

Untuk tahap awal, pemerintah memprioritaskan pemberian vaksin secara bertahap bagi tenaga kesehatan (nakes) yang jumlahnya mencapai 1,5 juta orang. Proses tersebut dilakukan sembari memperbaiki kekurangan selama proses vaksinasi. "Termasuk menambah jumlah fasilitas kesehatan untuk memvaksinasi dan menambah tim vaksinator kita," kata Raden.

Tidak hanya memperbanyak fasilitas kesehatan dan menambah tenaga vaksinator, pemerintah ia sebut juga akan melibatkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan milik swasta untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi. Strategi keempat adalah terus memperbaiki data kesehatan masyarakat sehingga vaksinasi tidak hanya masif, tetapi juga efektif.

Raden mengatakan, pemerintah juga akan melibatkan swasta agar dapat lebih agresif dalam vaksinasi. "Swasta dalam arti rumah sakit-rumah sakit swasta, demikian juga fasilitas kesehatan swasta, demikian juga nanti value chain atau supply chain-nya swasta akan kita gunakan. Ini yang kita persiapkan di kuartal kedua," ujarnya.

Dengan melaksanakan empat strategi itu, Komite Penanganan Covid-19 dan PEN mengupayakan jumlah penyuntikan vaksin bisa meningkat signifikan pada kuartal II dan kuartal III, lalu berjalan konsisten untuk seterusnya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksin mandiri atau vaksin gotong royong akan diatur melalui peraturan presiden (perpres) yang akan diterbitkan pada pekan ini. Peraturan menkes untuk hal itu juga akan disiapkan.

Ia menjelaskan, vaksin gotong royong tidak akan menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan vaksin gratis. Ia memastikan, vaksin gotong royong tidak menghilangkan hak warga lainnya mendapatkan vaksin gratis.

"Jangan sampai pemberian vaksin ini bisa membuka persepsi bahwa yang kaya bisa duluan, karena sekarang juga di seluruh dunia ini merupakan isu yang sangat sensitif," ujar Budi dalam konferensi pers daring, Sabtu (20/2).

Vaksin gotong royong ini merupakan kerja sama antara pemerintah dan seluruh stakeholder lainnya, termasuk pihak swasta, untuk bisa melakukan percepatan program vaksinasi ini. Banyak negara berkembang belum bisa mendapatkan akses pengadaan vaksin karena pembelian vaksin tersebut didominasi negara maju.

Sementara itu, sampai sekarang belum ada bukti ilmiah pasti yang menyatakan periode vaksin ini bisa memberikan kekebalan tubuh. Menurut dia, jangan sampai nanti kekebalan tubuhnya selesai, kemudian program vaksinasinya belum selesai.

Oleh karena itu, Kemenkes memberikan fleksibilitas untuk pihak swasta yang merasa memiliki kewajiban sosial bergotong-royong dengan pemerintah melakukan vaksinasi. "Tidak mungkin kita hanya melakukan dalam bentuk program vaksinasi milik pemerintah saja," kata dia.

Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif menyampaikan kesiapan UMS untuk membantu pelaksanaan program vaksinasi dengan mengerahkan tenaga kesehatan yang terbiasa menyuntik atau vaksinator.

"Vaksinasi ini menjadi strategi baru, termasuk 3T (testing, tracing, dan treatment) sebelum divaksin. Selama ini baru strategi 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) yang dijalankan, tetapi tampaknya kurang berhasil," kata Sofyan di UMS, Jumat (19/2). (adinda pryanka/mimi kartika/binti sholikah ed: ilham tirta)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement