REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang lanjutan dugaan suap penghapusan red notice untuk Djoko Tjandra dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte sudah memasuk tahap pembelaan atau pledoi. Dalam nota pembelaannya, Mantan Kadiv Hubinter Polri itu mengatakan, penuntut umum hanya bisa membuktikan adanya pertemuan antara dirinya dengan Tommy Sumardi. Namun, tak pernah membuktikan adanya penerimaan suap.
"Terkait dakwaan terhadap kami yang dianggap telah menerima sejumlah uang dari Tommy Sumardi, ternyata saudara Jaksa Penuntut Umum hanya bisa membuktikan fakta adanya peristiwa dimana Tommy Sumardi telah 3 kali bertemu dengan kami," ujar Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2).
Menurut Napoleon, penuntut umum hanya membuktikan jika pertemuannya dengan Tommy Sumardi berlangsung di kantor Kadiv Hubinter Pori. Pertemuan tersebut pun berlangsung pada 16 April 2020 dan 4 Mei 2020.
Dalam pledoi, Napoleon juga menyebut bahwa surat-surat NCB Polri yang digunakan penuntut umum sebagai dasar pembuktian juga akan sia-sia. Hal tersebut lantaran berdasarkan aturan yang ada, surat itu telah sesuai.
"Ternyata, telah sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh NCB Intepol Indonesia sebagaimana ketentuan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, beberapa aturan kapolri, maupun di dalam ketentuan interpol," tegas dia.
Sebelumnya, penuntut umum meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Irjen Napoleon Bonaparte. Dia diyakini menerima suap sebesar 200 ribu dollar AS dan 270 ribu dollar AS melalui pengusaha Tommy Sumardi.
Suap tersebut bertujuan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari red notice interpol Polri. Karena saat itu, Djoko Tjandra masih berstatus DPO dalam kasus hak tagih bank Bali.
Napoleon didakwa sebagai penerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dalam dakwan itu Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS. Napoleon dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.