REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi, masih menuai pro dan kontra. Salah satunya, Komnas Ham, yang masih tidak sepakat hukuman mati diterapkan untuk pelaku koruptor.
Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Maki sejak awal menegaskan agar memberlakukan hukuman mati kepada pelaku koruptor. Namun jika terasa sulit, ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman, maka cara lain adalah perampasan aset dan penjara seumur hidup.
"Penjara seumur hidup, sepanjang dimiskinkan maka akan (menimbulkan) efek jera," ujar Boyamin dalam ketarangan tertulis, Senin (22/2).
Menurutnya, cara efektif untuk menimbulkan rasa jera adalah dengan menerapkan hukuman seumur hidup dan perampasan aset. Dengan perampasan aset maka dia tidak memiliki kesempatan untuk jalan-jalan selama dalam masa tahanan.
Sayangnya, ujar Boyamin, upaya memiskinkan koruptor ini, tampaknya hanya sekedar wacana. Praktiknya, banyak koruptor dan keluarganya yang masih menikmati harta tersebut dengan dalih harta yang dimiliki tidak berkaitan dengan kasus yang terbongkar.
"(Memiskinkan koruptor) belum terlaksa maksimal karena baru sebatas hasil kejahatan yang diproses. Sementara harta-harta lain hasil penyimpangan yang tidak diproses tidak disita. Alasan tidak terkait dengan perkara yang sedang diproses," ujar dia.
"Hampir (kasus korupsi) seperti itu semua karena kurang trengginasnya penegak hukum kita," tambah dia.
Boyamin yang sudah malang melintang di dunia hukum dan mendobrak kasus-kasus hukum yang tidak adil ini meminta agar penegak hukum benar-benar tuntas dan menyeluruh dalam menangani kasus korupsi. Termasuk menyita semua aset hasil tindak pidana korupsi, dengan begitu upaya memiskinkan dan membuat jera koruptor akan terwujud.
"Harus menyuluruh ketika tangani perkara korupsi, tuntas dan sita semua harta koruptor," tegasnya.