REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Polda Maluku menyatakan dua oknum anggota polisi yang diduga terlibat kasus penjualan senjata api dan amunisi kepada kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Papua akan diproses pidana dan kode etik. Keterlibatan dua polisi itu atas pengakuan tersangka yang tertangkap di Polres Bintuni, Papua Barat pada Rabu (10/2), lalu.
"Yang jelas kami sedang memproses mereka secara pidana maupun pelanggaran kode etik," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoira, Senin (22/2).
Menurut dia, selain dua oknum anggota berpangkat bripda itu, polisi juga menahan warga sipil yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Roem mengaku masih terus melakukan pendalaman terhadap perkara ini, sehingga belum bisa dirilis secara terbuka kepada publik.
Pada November 2020, tiga orang juga ditangkap terkait jual beli senjata api ke KKSB. Satu di antaranya adalah anggota Brimob Kelapa Dua Bripka MJH dan dua warga sipil, termasuk satu mantan anggota TNI AD. Ketiganya hendak menjual tiga pucuk senjata api jenis M16, M4, dan glock.
Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo mengatakan, pihaknya juga melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana dua polisi tersebut. "Propam Polri mengirimkan tim khusus untuk mendampingi Propam Polda Maluku melakukan penyelidikan kasus ini," kata dia, kemarin.
Ferdy menyatakan, dua oknum itu akan lebih dulu diproses pidana hingga ke pengadilan. Sidang Komisi Etik Propam Polri akan dilakukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. "Polri mengajak masyarakat untuk memantau dan mencermati kasus-kasus yang melibatkan anggota Polri di seluruh wilayah hukum RI," kata Ferdy.
Kepala Polda Papua, Irjen Paulus Waterpauw menegaskan, cepat atau lambat kasus penjualan senjata api oleh anggota Polri ke KKSB pasti terungkap. Penyelidikan jaringan penjualan senjata api tersebut masih dilakukan guna memutus rantai pemasokan senjata api dan amunisi ke KKSB.
Ia berharap tidak ada lagi anggota, khususnya Polri yang menjual senjata api ke KKSB karena dampak yang ditimbulkan sangat besar. “Senjata api itu bukan saja untuk menembak anggota (TNI/Polri), tetapi juga warga sipil hingga menimbulkan korban jiwa,” kata Waterpauw, kemarin.
Polda Papua mencatat selama 2020 terungkap 49 kasus penembakan, penganiayaan, dan perampasan yang dilakukan KKSB. Akibatnya, lima anggota TNI-Polri dan 12 warga sipil meninggal dunia. Sementara korban terluka 16 anggota TNI-Polri dan 10 warga sipil.
Tahun ini, kontak tembak KKSB dan aparat juga terus terjadi. Sebanyak empat anggota TNI dan lima anggota KKSB meninggal dunia. Terakhir, KKSB menyerang TNI di sekitar runway Bandara Ilaga pada Jumat (19/2). Akibatnya, anggota KKSB bernama Tera Wamang tewas tertembak.
Daerah rawan
Kapolda Waterpauw mengatakan, tiga Polres di Papua kini masuk dalam daerah merah gangguan KKSB. "Ada tiga Polres yang wilayahnya menjadi perhatian dan masuk dalam daerah merah karena tingginya aktivitas KKSB, yakni Polres Puncak, Polres Intan Jaya, dan Polres Nduga," kata Waterpauw.
Karena masuk kategori merah, maka ia berharap setiap Kepala Polres di tiga polres itu segera melakukan konsolidasi serta bersilaturahim dengan para tokoh yang ada di wilayah tersebut. "Manfaatkan peran tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemda setempat agar dapat menangani keberadaan KKSB, mengingat sejumlah kabupaten di Papua pernah mengalami hal serupa, namun kini sudah berhasil mengatasinya," kata dia.
Menurut dia, sudah ada beberapa wilayah di Papua yang berhasil meredam gangguan KKB dengan melibatkan mereka dalam pembangunan di daerah itu. Di antaranya, Kabupaten Puncak Jaya, Lanny Jaya, Tolikara, dan Jayawijaya.