REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan surat edaran resmi yang mengatur teknis penerapan UU ITE. Menanggapi terbitnya SE Kapolri, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar menilai, SE Kapolri dibuat untuk penegakan hukum yang lebih manusiawi
"SE tersebut merupakan upaya kepolisian untuk lebih melaksanakan penegakan hukum yang lebih manusiawi," kata Abdul Fickar dalam keterangan tertulis, Selasa (23/2).
Selain itu, tambahnya, SE Kapolri dimaksudkan sebagai upaya kepolisian lebih berhati-hati lagi dalam menangani pelanggaran hukum, yang akibat atau kerugiannya menimpa orang perorang, seperti pencemaran nama baik. Karena sesungguhnya lebih cocok diselesaikan melalui mekanisme perdata.
Seharusnya kata dia, dalam tindak pidana Pasal 27 dan Pasal 28 tidak diberlakukan penahanan, karena justru selama ini persoalannya di situ. "Karena ada penahanan jadi mengganggu kegiatan masyarakat, padahal kerugiannya privat dan bersifat keperdataan," ujarnya.
Jadi tambahnya, sudah sewajarnya pada kasus-kasus seperti ini kepolisian tidak menggunakan upaya paksa penahanan atau penyitaan. Karena justru pada kasus-kasus seperti itu yang banyak melahirkan ketidakadilan, terutama ujaran-ujaran yang berbentuk kritik.
Namun apakah dengan diterbitkannya SE Kapolri ini akan mampu meredam potensi kriminalisasi? Fickar berharap SE Kapolri mampu meredam aksi saling lapor masyarakat menggunakan UU ITE.
"Ya meminimalisir, karena isinya kan perintah kehati-hatian dalam menangani perkara ITE, bahkan menuntut kemampuan (membedakan) mana kritik, mana ujaran kebencian. Artinya memang permasalahan ada pada level memutuskan akan dijadikan perkara atau tidak (memenuhi unsur pidana atau tidak, dan imbauan mendamaikan)," jelasnya.