Rabu 24 Feb 2021 05:23 WIB

Kisah Hidup Pendiri Mazhab Maliki Imam Malik bin Anas

Imam Malik bin Anas adalah pakar ilmu fikih dan hadits.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Hidup Pendiri Mazhab Maliki Imam Malik bin Anas
Foto: MgIt03
Kisah Hidup Pendiri Mazhab Maliki Imam Malik bin Anas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Malik bin Anas adalah pakar ilmu fikih dan hadits. Dia lahir di Madinah tahun 93 Hijriyah. Kesuksesannya menjadi pendiri mazhab Maliki berawal dari nasihat sang ibu untuk mengenyam pendidikan di Masjid Nabawi. Di sana, ia mulai menghapal Alquran dan hadits.

Materi pendidikan menulis masih langka, para pelajar saat itu harus memiliki ingatan kuat. Kondisi tersebut tidak memengaruhi Imam Malik yang memiliki kecerdasan luar biasa.

Baca Juga

Saat seorang guru menceritakan hadits Nabi, Imam Malik biasa memahami setiap hadits. Kemudian, dia mencoba melafalkan hadits untuk dirinya sendiri. Hal ini guna memastikan dia mempertahankan setiap hadits.

Suatu saat, dia menghadiri suatu sesi yang menceritakan dan mendiskusikan 30 hadits. Ketika sesi selesai, dia memeriksa retensi dari hadits tersebut.

Sadar ada salah satu hadits yang lupa, Imam Malik segera mengejar gurunya untuk mempelajari hadits itu. Lalu sang guru mendengarkan dan mengajari hadits yang terlupakan.

Sebagai seorang ulama terkemuka, Imam Malik tidak hanya menghadiri lingkungan studi yang diselenggarakan oleh setidaknya 90 ulama. Namun, sepanjang hidupnya dia berdiskusi tentang berbagai hal keimanan dengan rekan-rekannya dan para ulama yang datang ke Madinah pada saat musim haji.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya.

(QS. Al-Baqarah ayat 196)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement