REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan bantuan kepada pengungsi bencana longsor dan banjir di Dusun Selopuro, Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Para mahasiswa memberikan dukungan berupa psikososial bagi para penyintas.
Maharesigana membentuk dua tim yang diberangkatkan secara bergantian dalam dua gelombang. Setiap tim terdiri atas lima mahasiswa dari berbagai fakultas. "Fokus mereka pada kegiatan psikososial baik untuk dewasa maupun anak-anak,” kata Ketua Maharesigana UMM, Rindya Fery Indrawan.
Setelah melakukan assessment selama tiga hari di tempat pengungsian, Koordinator Tim Psikososial Kelompok I, Ahmad Hendra Purwanto mengungkapkan, para pengungsi saat ini menyampaikan banyak keluhan, baik secara fisik maupun kondisi psikologi. Para pengungsi mulai merasa ketakutan, khawatir, gelisah bahkan rasa bersalah yang sangat dalam.
“Ada seorang nenek yang terus menyesali keputusannya membiarkan cucunya pulang ke rumah orang tuanya. Si nenek bilang, seandainya saja ia menahan si cucu, mungkin hingga kini cucunya masih hidup. Tidak terkubur longsor bersama ayah ibunya,” kata Hendra dalam pesan resmi yang diterima Republika, Selasa (23/2).
Kondisi sejenis ini yang kemudian menjadi fokus tim untuk melakukan Psychological First Aid (PFA) atau tindakan humanis. Kemudian mendukung dengan membantu seseorang yang menderita dan membutuhkan bantuan akibat bencana alam atau krisis. Kegiatan ini bertujuan menghindari kondisi psikologis yang lebih buruk lagi.
"Jadi menenangkan, memberikan rasa aman dan nyaman. Kalau kebutuhan fisik sudah tercukupi dari pemerintah daerah yang sangat tanggap,” ucap Hendra.
Tidak hanya bagi orang dewasa, tim Maharesigana UMM juga fokus pada anak-anak yang juga mengalami tantangan tersendiri. Mereka didera rasa bosan dan juga keinginan yang kuat untuk dapat beraktivitas seperti biasa.
Layanan dukungan psikososial untuk anak-anak diberikan dengan membuat jadwal untuk mereka agar tidak jenuh. Jika sebelumnya banyak komunitas atau lembaga lain terus mengajak bermain, maka kini waktunya lebih diatur. "Kasihan kalau diajak bermain terus anak-anak juga akan lelah dan itu tidak baik untuk imun mereka, apalagi di masa pandemi seperti ini,” ungkapnya.
Adapun penjadwalan dilakukan meliputi kegiatan senam di pagi hari, assessment, istirahat, dan mengaji. Ragam kegiatan ini penting dilakukan agar anak-anak tidak merasa jenuh.
Menurut Hendra, pengungsi dan tim harus mendapat istirahat yang cukup sehingga kondisi tubuh tetap terjaga. Selain itu, kondisi fisik dan spiritual juga tetap harus diperhatikan. "Untuk ibu-ibu akan didatangkan ustadzah untuk mengajar mengaji,” katanya.