REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Max Sopacua menyampaikan keprihatinannya terhadap partai berlambang bintang mercy. Kini, Demokrat dinilai keluar dari asanya dan terindikasi berubah menjadi partai keluarga.
"Awalnya didirikan sebagai partai modern dan terbuka, itu menjadi landasan berjuang. Namun kemudian terkesan dikerdilkan menjadi partai keluarga," ujar Max lewat keterangannya, Rabu (24/2).
Max menceritakan, asas keterbukaan Demokrat dimulai pada kongres pertama yang digelar di Bali 2005 lalu. Dalam forum tersebut, terdapat sejumlah kepala daerah yang masuk mengambil posisi menjadi ketua dewan pimpinan daerah maupun ketua dewan pimpinan cabang.
"Ada yang mempertanyakan, kapan kepala daerah yang bergabung membuat KTA (kartu tanda anggota). Karena sejatinya Partai Demokrat memang berasaskan partai modern dan terbuka," ujar Max.
Asas tersebut dinilai mulai berubah usai kongres luar biasa (KLB) di Bali pada 2013. Diikuti oleh Kongres pada 2015 di Surabaya, yang mengukuhkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Ketua Umum Demokrat.
Padahal pada KLB 2013, SBY berjanji menggantikan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum sampai 2015 saja. Namun, Max menilai Presiden ke-6 Republik Indonesia itu justru tak memegang janjinya tersebut. "Siapa sangka guru politik yang selalu menanamkan jujur cerdas dan santun kepada kader, ternyata dia sendiri yang tidak jujur," ujar Max.
Demokrat yang dikelola dengan manajemen keluarga terbukti tidak dapat membesarkan partai. Terbukti dari elektabilitas partai yang selalu menurun di setiap pemilihan umum. Putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga tak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan suara Demokrat. Padahal, ia ditujuk sebagai Komandan Tugas Utama (Kogasma) yang tugasnya memenangkan Pemilu 2019.
"Kemampuan AHY dalam membawa kemenangan Partai Demokrat, saya kira juga sudah diuji coba pada Pemilu 2019. Hasilnya, perolehan Partai Demokrat malah kembali turun menjadi 7,7 persen," ujar Max.