REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menarik utang sebesar Rp 165,8 triliun per 31 Januari 2021. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat atau 143 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 68,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tingginya realisasi pembiayaan utang sejalan dengan angka defisit APBN yang ditetapkan pemerintah sebesar 5,7 persen pada tahun ini.
“Sampai 31 Januari 2021 sebesar Rp 165,8 triliun pembiayaan utang karena defisit Januari ini naik tajam dibandingkan Januari 2020 itu belum direvisi, makanya kalau dilihat issuance masih rendah,” ujarnya berdasarkan data APBN KiTa seperti dikutip Rabu (24/2).
Sri Mulyani menjelaskan tingginya realisasi pembiayaan utang karena periode yang sama belum terjadi pandemi Covid-19. Pada APBN anggaran 2020 belum direvisi atau disesuaikan dengan angka defisit masih 1,76 persen.
"Dibandingkan tahun lalu Januari APBN belum direvisi makanya issue SBN netto masih rendah, karena waktu itu defistinya masih diperkirakan 1,76 persen sedangkan sejak awal tahun ini sudah 5,7 persen," ujarnya.
Secara rinci, penarikan utang baru melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 169,7 triliun atau naik 135 persen dibandingkan Januari 2020. Penerbitan SBN sudah 14,1 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.207,3 triliun.
Sedangkan pinjaman netto sebesar Rp 3,9 triliun pada awal bulan tahun ini. Kemudian pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, pembiayaan lainnya masih nihil.