REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Kepresidenan ikut bersuara soal polemik kerumunan massa yang muncul saat kunjungan kerja (kunker) Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, NTT, Selasa (23/2) kemarin. Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Adian menilai, kerumunan yang terjadi memang tidak dapat dihindari. Masyarakat, ujarnya, diyakini telah lama menanti kedatangan Presiden.
"Jadi ya hal yang tidak terhindarkan. Saya kira, ini menjadi pelajaran untuk tata kelola pengamanan standar protokol kesehatan di kemudian hari," kata Donny, Rabu (24/2).
Mengenai tudingan sebagian pihak bahwa Presiden Jokowi melanggar protokol kesehatan, Donny merasa hal itu keliru. Menurutnya, bukan Presiden yang melanggar karena dalam kegiatan kunker ke daerah ada elemen tanggung jawab pemerintah daerah dan pengawalan Presiden.
"Kan bukan Presiden yang melanggar. Ini ada elemen pemerintah daerah, elemen pengawalan Presiden. Ini sesuatu yang berbeda. Jadi, Presiden kan simbol negara yang pasti akan mengundang banyak massa, tidak manajemen pengawalan dan pengaturan kerumunan saja sebenarnya. Tapi, ini bisa jadi bahan evaluasi," kata Donny.
Dia menambahkan, Presiden Jokowi dalam kapasitas pemimpin negara yang tetap berupaya menjalankan protokol kesehatan. Hanya saja, ujarnya, dalam kasus kunker di NTT kemarin masyarakat sudah lebih dulu menunggu kehadiran Presiden.
"Betul, enggak mungkin lah Presiden kemudian datang sepi-sepi saja. Ini sudah bisa diprediksi, tapi tidak seperti yang dibayangkan kerumunannya. Manajemen antisipasi dan mitigasinya harus diperbaiki," kata Donny.