Kamis 25 Feb 2021 06:28 WIB

Peluang dan Tantangan Bank Digital di Indonesia 

Keterlambatan regulasi akan hambat perkembangan bank digital.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Kehadiran neobank atau bank digital akhir-akhir ini mulai mendapatkan perhatian lebih di industri keuangan Indonesia.
Foto: Prayogi/Republika.
Kehadiran neobank atau bank digital akhir-akhir ini mulai mendapatkan perhatian lebih di industri keuangan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran neobank atau bank digital akhir-akhir ini mulai mendapatkan perhatian lebih di industri keuangan Indonesia. Banyak pihak mengatakan neobank bisa menjadi ancaman bagi industri perbankan konvensional sekaligus saingan bagi industri fintech.

VP of Marketing KoinWorks, Frecy Ferry Daswaty, justru menilai neobank memiliki peluang bertumbuh yang cukup besar di tengah industri keuangan di Indonesia. Perusahaan fintech pun sangat dimungkinkan untuk berkolaborasi dengan neobank. 

Baca Juga

"Kami melihat potensi kolaborasi antara fintech, maupun industri keuangan digital lainnya, dengan neobank tentunya amat sangat memungkinkan untuk terjadi, melihat ranahnya yang sama-sama bergerak dibidang finansial," kata Frecy, Rabu (23/2). 

Peneliti Indef, Nailul Huda, mengatakan neobank memiliki prospek yang cukup baik ke depannya. Prospek yang baik ini didukung oleh beberapa faktor antara lain segmentasi serta penetrasi pasar yang besar, pengembangan layanan penunjang yang masih meningkat, serta  adanya perubahan perilaku dari offline ke online

Di sisi lain, sejumlah faktor pendukung tersebut menyebabkan persaingan di industri bank digital akan semakin ketat. Prospek yang sangat cemerlang membuat banyak perusahaan mulai berlomba-lomba mendirikan atau berinvestasi di bank digital. 

"Persaingan sangat terbuka lebar karena semua sektor bisa masuk, mulai dari fintech, perusahaan teknologi, ride hailing, hingga perusahaan telekomunikasi, sehingga membuat kompetisi semakin ketat," ujar Huda. 

Untuk bisa bersaing di bisnis bank digital ini, menurut Huda, perusahaan harus memiliki ekosistem digital yang rapi. Selain itu, regulator juga harus mendukung bisnis bank digital dengan mengeluarkan regulasi yang dapat mengakomodasi inovasi pendanaan maupun teknologi.

Huda mengatakan keterlambatan dalam mengeluarkan regulasi akan menjadi tantangan bagi perkembangan bisnis bank digilal. "Teknologi yang bergerak cepat seringkali tidak diimbangi dengan peraturannya. Hal tersebut sering dikeluhkan oleh berbagai pemain inovasi keuangan digital di Indonesia," tutur Huda. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement