REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Kepala bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Mark Lowcock mendesak negara-negara Teluk untuk bertindak mencegah kelaparan skala besar di Yaman, dengan mengumpulkan 3,85 miliar dolar AS untuk operasi kemanusiaan di negara Semenanjung Arab. PBB menggambarkan Yaman sebagai negara yang dilanda krisis kemanusiaan terbesar di dunia dengan tingkat kelaparan mencapai 80 persen.
"Jika badan dunia tidak mendapatkan donasi yang dibutuhkan, maka yang akan kita lihat adalah kelaparan terburuk yang pernah terjadi di dunia selama beberapa dekade," ujar Lowcock.
Pada 2018 dan 2019, PBB dapat membantu musibah kelaparan yang dilanda oleh Yaman berkat bantuan sumbangan dari sejumlah pihak termasuk sumbangan besar dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Menurut Lowcock, saat ini terjadi penurunan besar dalam pemberian dukungan untuk membantu Yaman keluar dari bencana kelaparan.
“Apa yang mengkhawatirkan dan apa yang berbeda tentang situasi kita sekarang adalah bahwa ada penurunan besar dalam dukungan untuk operasi bantuan, sehingga kami telah memotong bantuan untuk orang-orang yang kelaparan,” kata Lowcock.
Pada 2020, PBB hanya menerima dana sekitar separuh dari 3,4 miliar dolar AS dari total dana bantuan yang dibutuhkan. Lowcock mengatakan, menurunnya jumlah dana bantuan disebabkan oleh kontribusi dari negara-negara Teluk yang lebih kecil. Lowcock mendesak negara-negara Teluk untuk meningkatkan kontribusi pada 2021.
“Pesan saya benar-benar untuk negara-negara Teluk. Apakah Anda memiliki peran yang sangat penting untuk dimainkan di sini, apa yang Anda lakukan pada 2018 dan 2019 menyelamatkan banyak nyawa, dan memungkinkan kami untuk menghindari kehancuran total dan tragedi yang terjadi dalam sejarah," kata Lowcock.
"Ini adalah kelaparan yang sepenuhnya disebabkan oleh manusia," kata Lowcock menambahkan. Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015, dan mendukung pasukan pemerintah yang memerangi kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran. Pejabat PBB mencoba menghidupkan kembali pembicaraan damai untuk mengakhiri perang, karena penderitaan Yaman semakin diperburuk oleh jatuhnya ekonomi dan mata uang serta pandemi Covid-19. Sekitar 80 persen penduduk Yaman bergantung pada bantuan internasional.