REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam berbagai pedoman nutrisi secara global, produk biji-bijian utuh dibandingkan olahan lebih direkomendasikan untuk dikonsumsi. Seperti dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam British Medical Journal dapat membantu menjelaskan alasan di balik hal ini.
Para peneliti dalam studi tersebut mengaitkan asupan biji-bijian olahan yang tinggi dengan risiko penyakit jantung. Dilansir Verywellfit, biji-bijian utuh, seperti beras merah, oat, dan gandum utuh seringkali dikaitkan dengan asupan yang baik untuk menurunkan tekanan darah, kadar kolestrol, serta melindungi kesehatan jantung.
“Biji-bijian utuh memiliki semua komponen biji-bijian yang berarti mengandung lebih banyak serat dan vitamin, serta memiliki indeks glikemik lebih rendah dibanding biji-bijian olahan,” ujar Mahshid Dehgan, peneliti di Population Health Research Institute di McMaster University di Hamilton, Ontario, Kanada.
Dehghan mengatakan indeks glikemik adalah ukuran yang sangat sederhana tentang makanan peningkat glukosa darah. Diketahui bahwa indeks glikemik biji-bijian olahan tinggi dan meningkatkan glukosa darah dengan sangat cepat.
Dalam analisis sebelumnya, beban glikemik yang tinggi terkait dengan risiko penyakit jantung dan stroke. Para peneliti telah mempelajari dampak biji-bijian utuh dibanding olahan pada gula darah, diabetes tipe 2, dan kesehatan jantung selama bertahun-tahun, dan telah mencatat bahwa asupan serat makanan yang lebih tinggi dari biji-bijian dapat melindungi dari penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2.
Dalam studi baru yang diterbitkan dalam British Medical Journal, Dehghan dan tim peneliti dari seluruh dunia mencari pola antara biji-bijian dan penyakit jantung, tekanan darah, dan kematian.
Penelitian yang besar ini melibatkan 137.130 orang dalam studi Prospective Urban and Rural Epidemiology (PURE), dengan median tindak lanjut selama 9,5 tahun.
Populasi penelitian ini unik karena mencakup orang-orang dari 21 negara berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi di seluruh Amerika Utara, Eropa, Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Informasi pola makan diperoleh dengan menggunakan kuesioner frekuensi makanan satu kali pada awal penelitian, termasuk dengan menggunakan makanan dan pola makan khusus di masing-masing negara.