REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan, Indonesia tengah dilanda krisis demokrasi. Hal ini sejalan dengan turunnya Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2020.
Menurut Usman, kondisi demokrasi kian kritis karena menguatnya kembali semangat otoriter. Dalam beberapa tahun belakangan, rakyat kembali dibungkam. Mereka yang lantang mengkritik pemerintah justru berakhir di bui.
"Krisis demokrasi sulit dibantah karena jadi bagian gelombang kemunduran demokrasi. Lihatnya dari bangunnya pola pikir otoriter, menyempitnya ruang kebebasan sipil, melemahnya oposisi politik," kata Usman dalam webinar Partai Hijau Indonesia berjudul "Menjawab Krisis Demokrasi dan Lingkungan Hidup" pada Rabu (24/2).
Usman menjabarkan, sejumlah masalah yang jadi benalu dalam kemajuan demokrasi. Di antaranya sekuritisasi dalam pembangunan, UU ciptaker.
"Dampak negatif ciptaker itu buka deforestasi, melemahnya hak buruh, menguatkan kelompok bisnis, muncul legislasi represif (UU ITE)," ujar Usman.
Berikutnya, Usman mengungkapkan, adanya fenomena kelompok orang yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan Pancasila. "Pluralisme represif bawa-bawa Pancasila tapi lewat kekerasan," ujar Usman.
Usman juga menyoroti fenomena pembungkaman aktivis lingkungan oleh kepentingan bisnis. Dia memperkirakan, dalam beberapa tahun ke depan, perjuangan masyarakat sipil akan makin berat.
"Orang-orang yang bela kelestarian alam dan anekaragaman hayati malah diserang. Ini kecenderungan yang patut disimak. Tentunya tantangan berat perjuangan di hak tanah, keseteraan gender, hak buruh," tutur Usman.
Diketahui, dalam IDI versi The Economist Intelligence Unit (EIU) menyebutkan, Indonesia tercatat mendapatkan skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme; 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah; 6,11 untuk partipasi politik; 4,38 untuk budaya politik; dan skor 5,59 untuk kebebasan sipil.