REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit perbankan sebesar Rp 987 triliun kepada 7,9 juta debitur per 8 Februari 2021. Adapun realisasi ini lebih rendah dari perkiraan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, otoritas memperkirakan restrukturisasi kredit sebesar 25 persen dari total kredit perbankan. Sejauh ini, restrukturisasi mencapai 18 persen dari total kredit perbankan dan jumlahnya nasabahnya sudah mulai mendatar bahkan beberapa nasabah mulai menunjukkan pemulihan.
"Restrukturisasi berjalan, jumlahnya cukup besar tapi masih lebih rendah dari ekspektasi kita semua," ujar Wimboh saat konferensi pers virtual Economic Outlook CNBC Indonesia, Kamis (25/2).
Wimboh merinci restrukturisasi yang sudah dilakukan pelaku UMKM senilai Rp 388,3 triliun kepada 6,2 juta debitur dan non-UMKM Rp 599,15 triliun bagi 1,8 juta debitur.
Adapun program restrukturisasi kredit yang semula direncanakan hanya satu tahun diperpanjang sampai Maret 2022. Hal ini dilakukan karena masyarakat masih membutuhkan waktu yang lebih lama agar pulih di sisi ekonomi.
"Karena kalau nasabah-nasabah yang terimbas Covid-19 dikategorikan macet, ini akan luar biasa memerlukan effort besar terutama sisi compliance. Karena dari kategori macet menjadi lancar itu prosesnya akan panjang," kata Wimboh menjelaskan.