Jumat 26 Feb 2021 06:18 WIB

Operasi Truk ODOL demi Keamanan dan Kenyamanan Pengguna Tol

Jasa Marga rutin menindak truk ODOL untuk menekan jumlah pelanggaran di jalan tol.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas gabungan, termasuk dari PT Jasa Marga menggelar operasi kendaraan angkut  over dimension and over load (ODOL) di Tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.
Foto: Dok Jasa Marga
Petugas gabungan, termasuk dari PT Jasa Marga menggelar operasi kendaraan angkut over dimension and over load (ODOL) di Tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Siang itu, petugas gabungan berkumpul di tiga titik berbeda, yaitu parking bay KM 18A, tempat istirahat dan pelayanan (TIP) KM 19A, dan TIP KM 39A Tol Jakarta-Cikampek (Japek). Di titik dua arah menuju dan keluar Jakarta tersebut, petugas mengawasi kendaraan angkutan barang, khususnya truk yang sedang membawa muatan.

Petugas PT Jasa Marga (Persero) Tbk dibantu Korlantas Polri, Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdar Kemenhub), Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), bergantian berjaga.

Mereka ternyata sedang menjalankan operasi penindakan terhadap truk yang masuk kategori over dimension and over load (ODOL). Operasi penindakan tersebut menyasar kendaraan nongolongan I atau angkutan barang yang melebihi ketentuan daya angkut dan dimensi. Operasi ODOL memang rutin dilaksanakan di jalan tol, termasuk Tol Japek.

Mekanisme operasi ODOL dimulai dengan penimbangan kendaraan angkutan barang di parking bay KM 18A. Kendaraan cukup diarahkan ke tempat yang sudah dijaga petugas, kemudian langsung terdeteksi apakah ada pelanggaran muatan atau tidak. Hal itu lantaran di lokasi semacam jembatan timbang, sudah terpasang teknologi weigh in motion (WIM). Alhasil, berat kendaraan langsung terlihat di monitor.

General Manager Representative Office 1 Jasamarga Transjawa Tollroad, Widiyatmiko Nursejati, menjelaskan, operasi ODOL di Tol Japek adalah agenda rutin Jasa Marga yang dirancang setiap bulan. Dia menjelaskan, pelanggaran kendaraan ODOL di jalan tol masih cukup tinggi.

Pada 2016, pelanggaran mencapai 61 persen, pada 2017 sebesar 68 persen, pada 2018 sebanyak 44 persen, pada 2019 sebesar 39, dan hingga pertengahan tahun 2020 mencapai 47 persen. Menurut Widiyatmiko, operasi penindakan kendaraan ODOL dapat menekan jumlah pelanggaran di jalan tol.

Hal itu juga sekaligus untuk menjaga agar kualitas jalan tidak cepat rusak dan meningkatkan kenyamanan seluruh pengguna jalan. "(Operasi ODOL) Digelar dengan pola penindakan baru, yaitu dengan melakukan proses transfer muatan dan penahanan perjalanan bagi kendaraan yang melanggar," kata Widiyatmiko dikutip dari siaran, belum lama ini.

Truk yang melebihi 50 persen dari ketentuan jumlah berat yang diizinkan (JBI), diberikan sanksi sesuai ketentuan, yaitu ditunda perjalanannya. Di lokasi pemeriksaan, muatan kendaraan juga dipindahkan oleh pemilik barang sampai memenuhi batas muatan yang berlaku. Setelah muatan dipindahkan, kendaraan tersebut baru dapat melanjutkan perjalanan.

Dalam sehari, biasanya petugas dapat menjaring puluhan kendaraan dengan berbagai bentuk pelanggaran. Ada yang masuk kategori ODOL, hanya pelanggaran overdimensi, tidak membawa surat lengkap, dan membawa muatan melebihi 100 persen JBI. Tentu saja operasi ODOL digelar di berbagai tol yang dikelola PT Jasa Marga, khususnya di jalur Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang menjadi pusat mobilitas angkutan barang.

Widiyatmoko menuturkan, dalam menggelar operasi penindakan, Jasa Marga juga membuat inovasi guna meningkatkan pengawasan di lapangan. Caranya dengan memasang alat WIM di beberapa jembatan di jalan tol untuk mengawasi beban kendaraan yang melintas secara real time. Dengan begitu, bisa langsung dilakukan penindakan dan tidak ada kendaraan ODOL yang bisa lolos dari pelanggaran.

Menurut Jasamarga Transjawa Toll Road Regional Division Head, Reza Febriano, intensitas kecelakaan di jalan tol dipicu adanya pelanggaran kendaraan. Dia menyebut, ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan, yakni akibat pengemudinya mengantuk atau kurang antisipasi serta faktor dari kondisi kendaraannya yang memang tidak baik.

"Khusus angkutan barang, faktor utama adalah over dimension dan over load (ODOL). Kita sudah cukup intensif dalam kurun waktu dua atau tiga tahun kebelakang ini untuk melakukan operasi ODOL yang tentunya bekerjasama dengan pihak kepolisian serta dari Kementerian Perhubungan. Tak hanya itu, kita juga didukung oleh Dinas Perhubungan dalam rangka penertiban ODOL," ujar Reza.

Karena memegang data penyebab kecelakaan adalah kendaraan nongolongan 1, pihaknya pun melakukan evaluasi dan perbaikan. Tujuannya agar angka kecelakaan di jalan tol bisa ditekan. Reza juga mengusulkan, kendaraan yang membawa barang lebih tidak hanya diminta menurunkan atau memindahkan, tetapi juga disanksi lebih. Dengan begitu, ada efek jera dan tidak diikuti pengemudi lainnya.

 

"Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Jasa Marga dalam pengendalian ODOL ini, di antaranya dengan memasang alat weigh in motion untuk mengetahui bilamana ada kendaraan-kendaraan yang memang melebihi dari pada batas muatan. Hal ini ke depannya akan menjadi bahan diskusi kira-kira hukum yang ada sekarang ini masih cukup efektif atau tidak dalam menegakkan ODOL ini,” kata Reza.

Hingga awal 2021, PT Jasa Marga sudah mengelola jalan tol sepanjang 1.191 kilometer (km). Dan panjang jalan tol yang dikelola dipastikan bertambah pada tahun ini, lantaran proses konstruksi terus berjalan. Termasuk pembangunan Tol JORR II dengan panjang 110,4 km yang mengitari wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi (Jadetabek) yang ditargetkan tersambung pada akhir 2021.

Sekarang, tol yang dikelola Jasa Marga membentang mulai Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Provinsi Banten hingga Pelabuhan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Dari ujung barat yang menjadi pintu masuk dari Pulau Sumatra bakal tersambung dengan ujung timur yang menjadi penyeberangan menuju ke Pulau Bali.

Hanya saja, hingga saat ini, tol beroperasi dari Merak baru sampai Kabupaten Probolinggo sepanjang 962 km. Adapun dari Probolingo sampai Banyuwangi dalam fase pembebasan tanah, dan ditargetkan selesai pada 2024, atau akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sementara itu, Tol Trans Sumatra yang beroperasi sudah mencapai 648 km. Sisanya 608 km sedang tahap konstruksi, 430 km masih persiapan konstruksi, dan menyusul perencanaan 1.297 km. Nantinya, dari Bakauheni, Provinsi Lampung hingga Banda Aceh, Provinsi Aceh tersambung tol sepanjang 2.700 km.

Tidak mengherankan, perusahaan yang berdiri sejak 1978, ini menjadi operator jalan tol pertama dan terbesar di Indonesia. Total market share jalan tol yang dioperasikan mencapai 55 persen. Pertumbuhan jalan tol pada 2015 mencapai 590 km, pada 2016 sepanjang 593 km, pada 2016 di angka 680 km, pada 2018 menembus 1.000 km, dan pada 2019 sudah 1.162 km.

Gerbang tol

Pemasangan WIM juga diterapkan di pintu masuk Tol Trans Sumatra, yaitu di Gerbang Tol Bakauheni Selatan, yang menjadi rute Tol Bakauheni-Terbanggi Besar. Sehingga, kendaraan barang yang baru tiba dari Pulau Jawa dan ingin melanjutkan perjalanan ke Sumatra lewat tol bisa langsung terdeteksi.

Kepala BPJT Danang Parikesit menuturkan, teknologi WIM berguna untuk membatasi ruang gerak terhadap kendaraan ODOL. Dia mengapresiasi, pemasangan WIM di gerbang tol, sehingga truk dari Pulau Jawa tidak melanggar aturan ketika masuk tol Trans Sumatra.

"Kami di BPJT Kementerian PUPR untuk bersama-sama seluruh BUJT dan seluruh stakeholder bekerja sama erat untuk mengelola dan menertibkan pola kendaraan barang agar keselamatan berkendara masyarakat terjaga, aset jalan tol terkendali juga terjaga dan tidak rusak sebelum waktunya," kata Dadang, belum lama ini.

Menurut Danang, BPJT bersama seluruh badan usaha jalan tol (BUJT) terus berkomitmen menuju program Zero ODOL pada 2023 di seluruh jalan tol. Selain penindakan rutin oleh petugas, inovasi penerapan teknologi WIM sangat membantu mempersempit ruang gerak kendaraan ODOL. Danang menuturkan, pengelolaan kendaraan bermuatan besar di tol merupakan bagian penting dari upaya modernisasi sistem jaringan jalan.

Melalui penindakan ODOL menggunakan mesin WIM di tol, sambung dia, dapat mengatur kedisiplinan para pengemudi maupun pemilik barang agar tidak mengalami kelebihan kapasitas. Pasalnya, cukup banyak kecelakaan yang terjadi di tol, disebabkan kendaraan berat yang memiliki kecepatan rendah dan tidak sesuai dengan standar muatan yang ditentukan untuk beroperasi di jalan raya.

"Melalui penerapan alat WIM ini merupakan langkah penting kami di BPJT Kementerian PUPR untuk bersama-sama seluruh BUJT dan seluruh stakeholder bekerja sama erat untuk mengelola dan menertibkan pola kendaraan barang agar keselamatan berkendara masyarakat terjaga, aset Jalan Tol terkendali juga terjaga dan tidak rusak sebelum waktunya," kata Danang.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengapresiasi pemasangan WIM di jembatan timbang jalan tol. Dengan bantuan pemasangan teknologi WIM, kata dia, petugas bisa langsung mengukur apakah truk melebihi kapasitas atau tidak melanggar. Budi pun menargetkan, alat WIM ke depannya dipasang di banyak pintu tol. "Kalau sekarang kita berikan peringatan. Ke depan kalau melanggar, mereka harus keluar jalan tol," ujar Budi.

Kemenhub mencatat, data 2020, kerusakan akibat ODOL mencapai Rp 43 triliun. Angka itu bersumber dari biaya pemeliharaan jalan yang dianggarkan Kementerian PUPR. Kerugian juga didapat dari potensi akibat truk mengangkut muatan melebihi ketentuan, kecelakaan termasuk korban jiwa meningkat, produktivitas kendaraan menjadi tidak maksimal, kemacetan akibat kendaraan tak bisa melaju cepat.

Menurut Budi, aturan ODOL mulai berlaku penuh pada 2023 dengan pertimbangan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dengan begitu, ditargetkan nantinya Indonesia bebas ODOL alias tidak ada lagi angkutan barang yang melanggar ketika melaju di tol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement