REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Militer Armenia pada Kamis (25/2) menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan.
Onik Gasparyan, kepala Staf Umum tentara Armenia, bersama dengan komandan senior lainnya mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar Pashinyan mundur dari jabatannya. Pashinyan mengecam seruan militer sebagai upaya kudeta dan mendesak para pendukungnya turun ke jalan untuk melawan. Dia kemudian mengumumkan pemecatan kepala Staf Umum melalui Facebook.
Ketegangan politik terjadi menyusul berakhirnya konflik militer antara Armenia dan Azerbaijan pada musim gugur, yang secara luas dipandang sebagai kemenangan bagi Azerbaijan. Hubungan antara pecahan Republik Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Upper Karabakh, sebuah wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.
Selama konflik selama enam minggu, yang berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia, Azerbaijan membebaskan beberapa kota strategis dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia. Sebelumnya, sekitar 20 persen wilayah Azerbaijan diduduki secara ilegal selama hampir tiga dekade.