Jumat 26 Feb 2021 02:30 WIB

Pengamat: Revisi UU Pemilu untuk Dorong Reformasi Parpol

Parpol harus memberikan ruang partisipasi yang terbuka bagi anggotanya dalam kandidas

Red: Nidia Zuraya
Pencoblosan di Pemilu (ilustrasi)
Foto: republika
Pencoblosan di Pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono menilai salah satu poin penting dilakukannya revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah untuk mendorong reformasi partai politik di Indonesia. 

"Kami mendorong parpol untuk memperkuat diri. Reformasi parpol itu karena diharapkan partai sebagai lembaga formal dalam ruang demokrasi, harus dijaga dan diperkuat," kata Arfianto, Kamis (25/2).

Baca Juga

Dia menilai ada dua aspek untuk dilakukan reformasi parpol yaitu formal yang lebih cenderung dilakukan dari eksternal partai dan informal cenderung dari internal parpol. Menurut dia, aspek formal yaitu dengan membuat aturan yang mengatur partai untuk melakukan reformasi, salah satunya dengan merevisi UU Pemilu.

"Misalnya peraturan pada tahap pendaftaran partai peserta pemilu; tahap nominasi di internal partai untuk calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga presiden; dan tahap kampanye yang menyangkut akuntabilitas dan transparansi pembiayaan," ujarnya.

Anto mengatakan, perlu diatur bagaimana pada tahap pendaftaran partai peserta pemilu agar mudah karena selama ini ketika ingin masuk gelanggang pemilu dihadapkan masalah yang sifatnya administratif. Menurut dia, perubahan di internal partai misalnya perlu didorong agar partai tetap demokratis dalam hal pencalonan anggota legislatif, kepala daerah, dan presiden.

"Kami ingin dorong penguatan parpol untuk mereformasi dengan aturan-aturan pemilu. Penting agar partai untuk didorong diperkuat," ujarnya.

Dia menilai sistem kepartaian yang terorganisir oleh oligarki bertolak belakang dengan yang diinginkan peran partai dalam sistem demokrasi. Menurut dia, parpol harus memberikan ruang partisipasi yang terbuka bagi anggotanya dalam konteks kandidasi karena di Indonesia hal tersebut masih menghadapi permasalahan.

"Dulu aturan afirmasi perempuan, parpol tidak melihat ada gap pencalonan perempuan di legislatif lalu 'dipaksa' kuota 30 persen perempuan dalam UU dan saat ini dijalankan," katanya.

Selain itu Anto menilai urgensi dilakukannya revisi UU Pemilu adalah untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu 2019 yang ditemukan adanya persoalan. Menurut dia, kejadian banyak penyelenggara pemilu yang meninggal dan sakit akibat pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 harus dievaluasi aturannya, bukan dibiarkan saja.

"Oleh karena itu revisi UU Pemilu untuk tetap memelihara harapan dari pelaksanaan demokrasi, penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, dan pembenahan partai agar terjaga serta tidak dijauhi rakyat," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement