REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDI Perjuangan Ihsan Yunus diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dari delapan jam. Anggota Komisi II DPR ini diperiksa terkait perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19.
"Intinya saya sudah menjelaskan semua kepada penyidik. Kalau mau ada yang ditanyakan silahkan," kata Ihsan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (25/2).
Meski demikian, politisi yang telah dirotasi menjadi anggota Komisi II DPR itu irit bicara saat diwawancara jurnalis usai menjalani pemeriksaan tersebut. Dia hanya meminta awak media untuk mengonfirmasi pemeriksaan dirinya ke tim penyidik KPK.
Kendati, Ihsan sempat mengonfirmasi rumah yang digeledah KPK pada Rabu (24/2) lalu benar merupakan miliknya. Rumah itu berlokasi di Pulogadung, Jakarta Timur.
"Iya rumah saya sudah digeledah kemarin," kata Ihsan singkat.
Sayangnya, dalam penggeledahan itu tim penyidik KPK mengaku gagal menemukan barang bukti terkait perkara. Tim penyidik tidak bisa menemukan satu dokumen apapun yang berkaitan dengan perkara yang saat ini menjerat mantan menteri sosial (mensos) Juliari Petter Batubara.
Nama Ihsan Yunus mencuat dalam rekonstruksi perkara yang dilakukan KPK pada Senin (1/2). Dalam rekonstruksi, tersangka pelaku suap bansos, Harry Van Sidabukke menyerahkan uang Rp 1,5 miliar dan dua sepeda Brompton dalam kesempatan berbeda kepada Agustri Yogasmara yang merupakan operator Ihsan Yunus.
Namun, nama Ihsan Yunus menghilang dalam surat dakwaan dua pelaku suap bansos yang saat ini tengah menjalani sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat. Surat dakwaan itu juga tidak menjelaskan siapa Agustri Yogasmara.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19 di Jabodetabek ini. KPK mentersangkakan mantan mensos Juliari Petter Batubara, dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) serta satu pihak swasta Harry Van Sidabukke.