REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Anwar El Ghazi belakangan mulai menyeruak ke permukaan dari skuad Aston Villa musim ini. Meski sempat diragukan tampil apik, ternyata ia menjadi salah satu aktor kegemilangan klub asal Birmingham di pentas Liga Primer Inggris.
Direkrut sebagai pemain pinjaman dari LOSC Lille pada 2018 lalu, El Ghazi diharapkan dapat membangkitkan kejayaan tim. Ia langsung membuktikan kualitasnya dengan membawa Aston Villa kembali promosi ke kasta tertinggi sepak bola Negeri Ratu Elizabeth.
Wajar bila manajemen Villa mempermanenkan El Ghazi dengan mahar sembilan juta euro. Ia sukses mempertahankan posisi tim agar tak terjerembab ke jurang degradasi.
Namun di musim 2020/2021, Dean Smith selaku pelatih perlahan mengesampingkan El Ghazi. Peraih titel pemain muda terbaik Ajax Amsterdam 2015 itu tidak turun dalam enam pekan pertandingan Liga Primer. Sempat dimainkan di pekan ketujuh, ternyata ia hanya merumput selama dua menit.
Dean Smith sempat memberikan kesempatan bagi El Ghazi unjuk gigi karena Aston Villa dibekap krisis pemain akibat pandemi Covid-19 plus padatnya jadwal Boxing Day. Gelandang berusia 25 tahun itu tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika menjadi penentu kemenangan dramatis kontra Wolverhampton Wanderers di akhir tahun 2020.
Ini membuat El Ghazi terus diturunkan dalam beberapa laga krusial. Sejauh ini ia sudah mencetak enam gol dalam 17 laga di semua kompetisi musim 2020/2021.
El Ghazi turut membantu the Villans bersaing di papan atas. Rasio tembakan tepat sasaran sebesar 60 persen membuat gelandang 25 tahun ini menjadi yang terbaik ketiga setelah Jack Grealish dan Ollie Watkins.
El Ghazi menyadari, suporter di Inggris jauh lebih dewasa dibandingkan fan mantan klubnya, Ajax. Ia melihat fan Aston Villa memiliki sikap yang sopan ketika bertemu dirinya meski para fan itu sering beringas dalam melancarkan protes di media sosial.
"Di Inggris, mereka lebih menghormati Anda. Mereka tidak berteriak El Ghazi! El Ghazi! Tapi meminta izin untuk berfoto atau ketika saya di restoran, mereka akan menunggu saya selesai lalu menghampiri," kata El Ghazi kepada Ajax Podcast.
Namun tanpa mengurangi rasa hormat pada klub yang membesarkan namanya, El Ghazi tetap berterima kasih pada Ajax karena berkat tim asal Amsterdam itu, kariernya bisa seperti saat ini.
El Ghazi mengawali perjalanan sepak bolanya di BVV Barendecht, klub kecil di sebelah timur Rotterdam, Belanda, sejak dirinya berusia lima tahun. Kedua orang tuanya, Mohammed El Ghazi dan Jamila El Ghazi, merupakan pasangan Muslim dari Maroko. Ini membuat dirinya sempat bingung memilih kewarganegaraan.
Namun pada satu waktu, El Ghazi sempat bertemu dengan idolanya, Cristiano Ronaldo, dan bertanya soal memilih negara. Setelah mendapat pencerahan bahwa Belanda dapat lebih mengasah kemampuannya, El Ghazi memutuskan untuk membela skuad Oranje.
Pelatih timnas Belanda pada 2015, Danny Blind, memanggil El Ghazi untuk persiapan Euro 2016. Meski baru berusia 20 tahun, saat itu El Ghazi dipercaya memperkuat negaranya karena dua pemain veteran, Arjen Robben dan Stefan de Vrij, sedang cedera.