REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat berbicara untuk pertama kalinya dengan Raja Saudi Salman pada Kamis (25/2). Pembicaraan melalui telepon itu berlangsung menjelang penerbitan laporan intelijen AS soal pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Kashoggi, pada 2018.
Laporan yang sensitif itu adalah versi terbuka dari penilaian super rahasia, yang menurut beberapa sumber tidak menyebutkan bahwa putra Raja Salman, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, menyetujui pembunuhan Khashoggi. Kashoggi dibunuh di dalam gedung konsulat Kerajaan Saudi di Istanbul pada 2018.
Biden dan Salman membahas keamanan regional dan berbagai masalah lainnya. Presiden baru AS mengatakan kepada Raja Saudi bahwa "beliau akan berupaya membuat hubungan bilateral sekuat dan setransparan mungkin," kata Gedung Putih.
Biden kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa pembicaraannya dengan Raja Saudi, berlangsung "bagus.""Kedua pemimpin itu menegaskan sifat historis dari hubungan tersebut," kata Gedung Putih melalui pernyataan.
Pernyataan tidak menyebut-nyebut laporan soal kematian Khashoggi. Seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa penerbitan laporan tersebut ditunda karena pembicaraan telepon Biden-Raja Saudi.
Rilis laporan juga ditunda karena putra mahkota, yang merupakan penguasa de facto kerajaan, menjalani operasi awal pekan ini, kata sumber itu. Pembunuhan Kashoggi menjadi ujian terhadap hubungan dekat selama beberapa dasawarsa antara kedua negara sekutu itu saat mereka berupaya bekerja sama untuk menghadapi pengaruh Iran yang tumbuh di Timur Tengah.
Khashoggi, penulis kolom surat kabar Washington Post yang kerap mengkritik kebijakan putra mahkota, tercatat sebagai penduduk AS. Penerbitan laporan nonrahasia tentang kematian Kashoggi merupakan bagian dari pengkajian ulang hubungan AS-Saudi oleh pemerintahan Biden --sebagian terkait pembunuhan jurnalis tersebut.
Namun, Biden telah menyatakan dirinya ingin mempertahankan hubungan yang kuat dengan salah satu sekutu terdekat AS di kalangan negara-negara Arab itu."Pemerintahan kita difokuskan untuk menyusun ulang hubungan tersebut," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki pada konferensi pers sebelumnya.
"Dan tentu saja, ada area di mana kita akan mengungkapkan keprihatinan dan menjadikan opsi soal pertanggungjawaban tetap terbuka. Ada juga bidang-bidang di mana kita akan terus bekerja sama dengan Arab Saudi, mengingat ancaman yang mereka hadapi di kawasan itu," tuturnya menambahkan, sambil merujuk pada saingan utama Arab Saudi dan musuh AS, Iran.
Arab Saudi menyebut kematian Khashoggi sebagai operasi ekstradisi "nakal" yang menjadi kacau, namun membantah bahwa putra mahkota terlibat. Sudah lima orang yang dihukum karena pembunuhan tersebut dan dijatuhi hukuman mati dalam persidangan pada 2019.
Tetapi, hukuman mereka diubah menjadi 20 tahun penjara setelah keluarga Khashoggi memaafkan mereka. Tiga orangnya lainnya menerima hukuman total 24 tahun.