Jumat 26 Feb 2021 17:13 WIB

Sri Lanka Izinkan Jenazah Covid-19 Muslim Dikuburkan

Sebelumnya, jenazah pasien Covid-19 harus dikremasi

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Peti mati dikremasi / Ilustrasi
Foto: AP / Markus Schreiber
Peti mati dikremasi / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka membuat perubahan atas keputusan Ordonansi Karantina dan Pencegahan Penyakit (Bab 222), dengan mengizinkan jenazah Covid-19 Muslim dikuburkan. Sebelumnya, jenazah pasien Covid-19 harus dikremasi, terlepas dari identitas agama mereka.

Atas perubahan yang ada, keluarga dari pasien yang meninggal karena virus Covid-19 memiliki opsi untuk menguburkan atau mengkremasi jenazah setelah. Dalam peraturan tersebut, frasa “kremasi jenazah” diganti dengan “kremasi atau penguburan jenazah”.

Perkembangan itu terjadi sehari setelah Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, mengakhiri kunjungan dua harinya di Sri Lanka, Kamis (25/2). PM Imran Khan pun menyambut baik keputusan Pemerintah Sri Lanka ini.

"Saya berterima kasih kepada kepemimpinan Sri Lanka & menyambut baik pemberitahuan resmi dari Pemerintah Sri Lanka yang mengizinkan opsi penguburan bagi mereka yang meninggal karena Covid 19," kata PM Imran Khan dalam akun Twitter resminya, dilansir di Samaa TV, Jumat (26/2),

Setiba PM Imran Khan di Kolombo, pada 23 Februari, Muslim Sri Lanka lantas menggelar demonstrasi menuntut diakhirinya kremasi paksa jenazah COVID-19. Lusinan Muslim membawa tiruan Janazah (peti mati) dan mengecam kebijakan pemerintah Sri Lanka yang melarang penguburan mereka.

Perdana Menteri Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa, sebelumnya mengatakan penguburan jenazah Covid-19 akan diizinkan, Rabu (10/2) lalu. Tetapi, sehari kemudian Kolombo menarik ucapannya dan mengatakan tidak akan ada perubahan dalam kebijakan kremasi itu.

Pemerintah Rajapaksa juga telah menolak permohonan dan rekomendasi internasional dari para ahli untuk mengizinkan umat Islam menguburkan jenazah saudara mereka sesuai dengan syarat Islam.

Sri Lanka pertama kali melarang penguburan pada bulan April, di tengah kekhawatiran yang menurut para ahli tidak berdasar. Negara ini khawatir jenazah pasien Covid-19 dapat mencemari air tanah dan menyebarkan virus itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lantas mengeluarkan respon dan mengatakan tidak ada risiko seperti itu. Bahkan, organisasi dunia ini merekomendasikan penguburan dan kremasi terhadap korban virus.

Mayoritas umat Buddha di Sri Lanka, yang merupakan pendukung kuat dari pemerintahan saat ini, biasanya dikremasi. Hal yang sama juga dilakukan bagi umat Hindu.

Pada Desember 2020, pihak berwenang memerintahkan kremasi paksa terhadap setidaknya 19 korban Covid-19 Muslim, termasuk seorang bayi. Bahkan keputusan ini dilaksanakan setelah keluarga jenazah menolak untuk mengklaim tubuh mereka dari kamar mayat rumah sakit.

Keputusan tersebut memicu kekecewaan dan kemarahan di antara komunitas Muslim bahkan pemerintah luar negeri. 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berulang kali menyatakan keprihatinannya atas keputusan ini.

Muslim Sri Lanka mengatakan, lebih dari setengah dari 450 korban Covid-19 berasal dari minoritas Muslim yang hanya menyumbang 10 persen dari 21 juta populasi.

Umat ​​Muslim memiliki jumlah kematian yang tidak proporsional, mengingat mereka tidak mencari pengobatan. Mereka merasa khawatir akan dikremasi jika didiagnosis terpapar virus Covid-19. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement