REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Tim Peneliti Genose C19, Prof Kuwat Triyana mengatakan, Genose C19 masih terus dikembangkan baik dari sisi kecerdasan buatan maupun prosedur operasi standar penggunaannya. Mereka masih pula berusaha mengembangkan akurasi Genose C19.
Saat ini, kata dia, peneliti masih terus berfokus kepada sisi kontaminasi yang dapat menyebabkan sensitivitas Genose C19 terganggu. Misal, karena seseorang merokok sebelum tes, sehingga peneliti terus mencoba memastikan penerapan alat setiap saat.
"Juga meningkatkan kecerdasan buatan Genose C19 dengan memperbarui sampel setiap hari," kata Kuwat dalam diskusi daring bertajuk Enabling Global Health Security yang digelar UK-Indonesia Consortium for Interdisciplinary Studies (UKICIS), Jumat (26/2).
Peneliti Genose C19 lain, dr Dian K Nurputra menuturkan, secara teknologi dan teknik mesin Genose C19 telah mapan. Meski begitu, saat ini, peneliti masih mencoba melakukan penyempurnaan kecerdasan buatan yang jadi otak dari alat skrining covid-19 tersebut.
Penggunaan di stasiun dan di bandara akan menghimpun data-data baru bagi pengembangan kecerdasan buatan semakin akurat. Apalagi, Genose C19 berbeda dari teknologi negara lain karena dayagunakan semburan di kantong napas, tidak tersambung langsung mesin.
Dalam Genose C19, dia menjelaskan, embusan napas tidak langsung ditiupkan ke sensor. Hal itu disebabkan tiupan langsung akan mengakibatkan ketidakakuratan sensor dalam membaca karena aliran udara tidak stabil dan bervariasi dari masing-masing pengguna.
"Saat kantong napas disambungkan ke mesin, proses hisapan dengan aliran udara yang stabil ke dalam mesin akan membuat pembacaan sensor lebih akurat," ujar Dian.