REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mendorong agar realisasi pemberian kredit kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) oleh perbankan dapat meningkat hingga 30 persen. Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Agus Santoso menjelaskan 90 persen UMKM membutuhkan pembiayaan agar dapat memulai usahanya, terutama mayoritas bisnis UMKM melambat akibat dampak pandemi Covid-19.
Namun demikian, kewajiban pemberian kredit kepada UMKM saat ini hanya sebesar 20 persen, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
"Tantangan dan kendala pembiayaan UMKM, khususnya perkreditan untuk usaha kecil sesuai aturan sebesar 20 persen. Ini mentoknya di angka itu saja, kita ingin dorong perbankan memberikan kredit usaha kecil lebih besar, kalau bisa 22 sampai 30 persen," kata Agus dalam webinar yang diselenggarakan InfobankTalkNews secara virtual, Jumat (26/2).
Selain pembiayaan, 91,8 persen UMKM membutuhkan pinjaman tanpa bunga atau tanpa agunan.Ada pun kendala pembiayaan UMKM lainnya, yakni skema produk kredit atau pembiayaan bank tidak sesuai dengan "nature" usaha UMKM, serta bank tidak memiliki informasi mengenai UMKM yang potensial untuk dapat dibiayai. Persyaratan kredit UMKM juga dinilai ketat, karena adanya ketentuan terkait "risk management bank" yang berhubungan dengan permodalan bank.
Oleh karena itu, UMKM perlu mendapat dukungan peningkatan pembiayaan seperti alternatif sumber dana selain perbankan. UMKM juga mendapat pembiayaan oleh LKBB, khususnya kepada calon debitur yang masih non "bankable", serta peningkatan peran LPDB dalam pembiayaan melalui koperasi.
"Perlu juga mendorong pemanfaatan infrastruktur keuangan pendukung untuk mitigasi risiko pembiayaan UMKM, seperti skema penjaminan kredit dan 'credit scoring'," kata Agus.