REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Utusan Myanmar untuk PBB mendesak PBB untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk menghentikan kudeta militer di sana. Ia membuat seruan mendadak atas nama pemerintah yang digulingkan saat polisi menindak pengunjuk rasa anti-junta.
Negara Asia Tenggara itu telah berada dalam krisis sejak tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partainya. Militer menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan November yang telah dimenangkan oleh partai Suu Kyi.
Kudeta tersebut telah membawa ratusan ribu pengunjuk rasa ke jalan-jalan Myanmar dan menuai kecaman dari negara-negara Barat, dengan beberapa menjatuhkan sanksi terbatas.
Lebih banyak protes direncanakan pada hari Sabtu (27/2), kata para aktivis, dan polisi turun secara paksa di beberapa bagian kota utama Yangon.
Duta Besar Myanmar Kyaw Moe Tun mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa dia berbicara atas nama pemerintah Suu Kyi dan mengimbau badan tersebut untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap militer Myanmar dan untuk memberikan keselamatan dan keamanan bagi rakyat.
"Kami membutuhkan tindakan lebih lanjut sekuat mungkin dari komunitas internasional untuk segera mengakhiri kudeta militer, untuk berhenti menindas orang-orang yang tidak bersalah dan untuk memulihkan demokrasi," katanya kepada 193 anggota Majelis Umum PBB.
Kyaw Moe Tun tampak emosional saat membaca pernyataan atas nama sekelompok politisi terpilih yang katanya mewakili pemerintah yang sah.
Menyampaikan kata-kata terakhirnya dalam bahasa Burma, diplomat karir itu mengangkat hormat tiga jari dari para pengunjuk rasa pro-demokrasi dan mengumumkan 'tujuan kami akan menang'.
Para penentang kudeta memuji Kyaw Moe Tun sebagai pahlawan dan membanjiri media sosial dengan pesan terima kasih.
"Rakyat akan menang dan junta yang terobsesi dengan kekuasaan akan jatuh," tulis salah satu pemimpin protes, Ei Thinzar Maung, di Facebook.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mendorong PBB untuk mendukung demokrasi dan mengatakan kepada Majelis Umum bahwa tidak ada negara yang harus mengakui atau melegitimasi junta.
Utusan China tidak mengkritik kudeta tersebut dan mengatakan situasinya adalah urusan dalam negeri Myanmar. China mengatakan hal itu mendukung diplomasi oleh negara-negara Asia Tenggara yang dikhawatirkan para pengunjuk rasa dapat memberikan kredibilitas kepada para jenderal yang berkuasa.
Singapura mengatakan kekerasan terhadap warga sipil tak bersenjata tidak bisa dimaafkan.