Ahad 28 Feb 2021 13:00 WIB

KPK: Total Suap dan Gratifikasi Diterima Nurdin Rp 5,4 M

Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua tersangka lainnya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Penyidik KPK menunjukan barang bukti disaksikan Ketua KPK Firli Bahuri  pada konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Ahad (28/2). Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Penyidik KPK menunjukan barang bukti disaksikan Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Ahad (28/2). Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021. Nurdin ditetapkan sebagai tersangka bersama dua tersangka lainnya.

Sebagai penerima suap yakni Nurdin dan Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto.

Baca Juga

Ketua KPK Komisaris Jenderal Firli Bahuri mengatakan, Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung. Tak hanya suap, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 3,4 miliar.

"AS (Agung) pada 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada NA (Nurdin) melalui ER (Edy)," ujar Firli di Gedung KPK Jakarta, Ahad (28/2) dini hari.

Ihwal gratifikasi, diduga Nurdin menerimanya dari beberapa kontraktor. Namun Firli tak menyebutkan secara rinci siapa kontraktor pemberi gratifikasi.

"Selain itu NA juga diduga menerima uang dari kontraktor lain, yakni pada akhir tahun 2020, NA menerima uang sebesar Rp 200 juta, pertengahan Februari 2021, NA melalui SB (ajudan) menerima uang Rp 1 miliar, dan awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp2,2 miliar," terang Firli.

Firli menuturkan, hubungan Agung dan Nurdin telah lama terjalin dengan baik. Agung pun diduga telah lama berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan. Terlebih, Agung sebelumnya juga sudah pernah mengerjakan beberapa proyek di Sulsel.

Usaha Agung tersebut dilakukan sejak Februari 2021 dengan membangun komunikasi aktif dengan Edy Rahmat sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah. Komunikasi dilakukan guna memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021.

"Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung Sucipto," kata Firli.

Lebih lanjut Firli menerangkan, pada Februari 2021, ketika Nurdin Abdullah sedang berada di Bulukumba bertemu dengan Edy Rahmat dan juga Agung yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira. Dalam pertemuan itu, Nurdin menyampaikan pada Edy Rahmat bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali di kerjakan oleh Agung.

Nurdin pun memberikan persetujuan dan memerintahkan Edy untuk segera mempercepat pembuatan dokumen Detail Engineering Design yang akan dilelang pada APBD 2022. Kemudian, pada akhir Februari 2021, ketika Edy bertemu dengan Nurdin disampaikan bahwa fee proyek yang dikerjakan Agung di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain. Saat itu Nurdin mengatakan yang penting operasional kegiatan tetap bisa dibantu oleh Agung.

"Agung selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada NA melalui ER," kata Firli.

Usai Edy menerima suap dari Agung, terjadilah operasi tangkap tangan. Dalam OTT tersebut tim penindakan mengamankan uang Rp 2 miliar di sebuah koper di rumah dinas Edy.

Sebagai penerima NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kepada awak media, Nurdin mengaku kaget saat mengetahui Edy Rahmat yang merupakan orang kepercayannya menerima suap dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto.

"Tidak tahu apa-apa kami, ternyata si Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya, sama sekali tidak tahu. demi Allah, demi Allah," ucap Nurdin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement