REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berduka atas meninggalnya anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Artidjo Alkostar, Ahad (28/2). Artidjo yang juga mantan Hakim Agung sekaligus Ketua Kamar Pidana merupakan tokoh hukum nasional yang penuh integritas.
Ketua KPK, Firli Bahuri menyampaikan duka cita yang mendalam atas Artidjo Alkostar. Firli mengaku, dirinya dan juga KPK banyak belajar dari sosok Artidjo.
"Kita belajar dengan beliau, menimba ilmu dengan beliau. Mudah-mudahan beliau di lapangkan jalan untuk menghadap Allah SWT dan ditempatkan di Surga Allah SWT," ungkap Firli melalui tayangan video, Ahad (28/2).
Anggota Dewas KPK sekaligus mantan Hakim Mahkamah Agung (MA), Artidjo Alkostar dinyatakan meninggal dunia pada Ahad (28/2), sekira pukul 14.00 WIB. Artidjo meninggal dunia karena sakit yang dideritanya.
Jenazah almarhum Artidjo Alkostar saat ini sedang disemayamkan di rumah duka di Apartment Springhill Terrace Residence, Tower Sandalwood, Lantai 6 No. 6-H, Jalan Benyamin Suaeb Nomor 10, RW 10, Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Utara. Para pimpinan termasuk Ketua KPK sudah berada di rumah duka untuk melayat.
Baca juga : Ketua KPK Mohon Doa Masyarakat untuk Almarhum Artidjo
"Kami sekarang ada di Springhill Apartemen Lantai 6 di tempat kediamananya. Kita doakan beliau mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan," ucap Firli.
"Kami sungguh berduka. Mohon maaf untuk keluarga satu Indonesia, doakan almarhum Artidjo Alkostar dilapangkan kuburnya," tambahnya.
Artidjo merupakan mantan Hakim Agung yang pensiun pada 22 Mei 2018 setelah genap berusia 70 tahun. Selama aktif menjadi hakim agung di MA, Artidjo dikenal sangat galak kepada koruptor. Dia kerap menjatuhkan vonis lebih berat kepada para terpidana kasus korupsi.
Terhitung sejak bertugas di MA, Artidjo telah menyidangkan 842 pelaku korupsi dengan mayoritas putusan tergolong sangat berat.
Di antaranya, vonis empat tahun penjara menjadi 12 tahun kepada politikus Angelina Sondakh dan menggandakan hukuman bekas ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari vonis tujuh tahun di Pengadilan Tinggi DKI menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan penjara.
Selain itu, eks Sekda Kabupaten Nabire, Papua, Ayub Kayame dari vonis bersalah satu tahun menjadi 10 tahun atas kasus korupsi genset sebesar Rp 21 miliar, dan masih banyak kasus lain yang ditangani Artidjo yang memperberat vonis koruptor di tingkat sebelumnya.
Bac juga: Artidjo dan Kenangan Penolakan Asas Tunggal Pancasila
Tegasnya Artidjo dalam menjatuhkan hukuman terhadap koruptor, membuat para terpidana korupsi gentar mengajukan Peninjauan Kembali (PK) selama Artidjo bertugas. Namun, setelah Artidjo pensiun, para koruptor berbondong mengajukan PK. Sebagian dari mereka mendapat pengurangan masa hukuman.
Sejak 2019 hingga saat ini, terdapat 23 terpidana korupsi yang hukumannya dikurangi MA melalui putusan PK. Sementara saat ini terdapat lebih dari 35 bahkan mencapai 50 terpidana perkara korupsi yang ditangani KPK yang sedang mengajukan PK dan belum diputus MA.