REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perajin tahu di Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tetap bertahan memproduksi tahu meski harus mengurangi ukuran tahu untuk menyikapi tingginya harga kedelai impor yang mencapai Rp10.200 per kilogram sejak dua minggu terakhir.
"Kami terpaksa memperkecil ukuran tahu. Itu pun kami tidak menghitung biaya tenaga produksi. Kami hanya berfikir supaya balik modal dan tetap bisa berproduksi," kata perajin tahu Desa Tuksono Wasiyem di Kulon Progo, Ahad (28/3).
Ia mengakui sejak Oktober 2020, dirinya mengurangi ukuran tahu. Saat itu, harga kedelai masih berkisar Rp9.200 per kilogram. Saat ini, harga kedelai impor sudah Rp10.200 per kilogram. Awalnya, konsumsen tahu banyak yang komplain karena ukuran kecil dan dianggap mahal.
"Seiring waktu, konsumen tahu sudah mengetahui harga kedelai sangat tinggi, sehingga tidak ada protes lagi," katanya.
Meski harga kedelai mahal, Wasiyem mengatakan dirinya setiap hari memproduksi tahu dengan menghabiskan 70 kilogram kedelai. Keuntungan yang didapat dari ampas atau sisa produksi yang bisa dijual kepada pemilik ternak sapi.
"Penjualan ampas bisa untuk membeli kayu bakar, sehingga bisa menutup biaya produksi yang dikeluarkan, meski biaya tenaga sudah tidak dihitung karena dikerjakan sendiri," katanya.