Senin 01 Mar 2021 13:20 WIB

Inflasi Kian Rendah, Konsumsi Rumah Tangga Harus Diperkuat

Penurunan inflasi mencerminkan adanya permintaan barang dan jasa dari masyarakat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pedagang daging sapi menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (13/2). Badan Pusat Statistik mencatat angka inflasi umum secara nasional sepanjang Februari 2021 tercatat sebesar 0,10 persen.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Pedagang daging sapi menunggu calon pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (13/2). Badan Pusat Statistik mencatat angka inflasi umum secara nasional sepanjang Februari 2021 tercatat sebesar 0,10 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka inflasi umum secara nasional sepanjang Februari 2021 tercatat sebesar 0,10 persen. Terdapat penurunan dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,26 persen maupun bulan yang sama tahun lalu sebesar 0,28 persen. Penurunan inflasi mencerminkan adanya permintaan terhadap barang dan jasa dari masyarakat.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan, dilihat lebih detail menurut komponen, angka inflasi inti juga mengalami perlambatan. Pada Februari 2021 inflasi inti sebesar 0,11 persen. Angka itu turun dari posisi Januari 2021 yang mencapai 0,14 persen maupun Februari 2020 sebesar 0,14 persen.

Baca Juga

Di dalam negeri, pergerakan inflasi inti dipengaruhi oleh interaksi permintaan dan penawaran. Oleh sebab itu, rendahnya inflasi inti menunjukkan ada pelemahan dalam konsumsi masyarakat.

Sementara itu, inflasi volatile foods atau harga-harga pangan yang bergejolak mengalami pertumbuhan minus atau deflasi 0,01 persen. Dengan kata lain, harga-harga pangan cukup terjaga karena suplai mencukupi kebutuhan dalam negeri.

"Dari sini kelihatan suplai makanan terjaga tapi permintaan cenderung lemah dan ini menjadi tantangan bagaimana kita memperkuat konsumsi rumah tangga ke depan," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Senin (1/3).

Ia menjelaskan, perkembangan indikator inflasi yang cenderung rendah menunjukkan bahwa hingga Februari dampak pandemi masih membayangi perekonomian. Kendati demikian, Suhariyanto menegaskan, kondisi yang sama juga terjadi di berbagai negara.

"Ini harus diwaspadai karena pandemi membuat aktivitas berkurang, roda ekonomi lambat dan berpengaruh ke pendapatan dan lemahnya permintaan," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement