REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju salah satunya apabila pelaku entrepreneur harus lebih dari 14 persen dari rasio penduduknya. Namun, di Indonesia saat ini pelaku entrepreneurnya baru 3,1 persen. Sehingga, perlu diadakan percepatan dan kemudahan agar pelaku ekonomi Indonesia bisa meningkat jauh.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), Boris Syaifullah, menilai para pemuda di Indonesia harus mau merubah pola pikir pada saat mereka mau menyelesaikan pendidikan tingkat akhirnya.
"Lebih baik pemuda di Indonesia pada saat masih dibangku sekolah sudah di tanamkan jiwa kewirausahaan nya sehingga pada saat mereka lulus nanti mereka sudah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri bagi orang lain" ujar Boris yang juga CEO Borsya Grup, Senin (1/3).
Boris mengatakan, menjadi sebuah ironi pemuda kini memiliki kecenderungan untuk menjadi pencari kerja setelah lulus kuliah dari pada menciptakan lapangan kerja. Sehingga, diperlukan jumlah entrepreneur yang banyak dan berkompeten agar bisa mengambil alih negara Indonesia sebagai new market country, terlebih negara Indonesia didukung oleh bonus demografi.
"Tetapi, hal tersebut harus diimbangi dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia (SDM) bangsa," katanya.
Faktanya, kata dia, Indonesia cukup telat untuk masuk ke pasar tunggal di Asia Tenggara dibanding dengan negara-negara lainnya. Mayoritas PDB Indonesia ialah pada segi konsumsi domestik serta rendahnya PDB per kapita yang diartikan sebagai new market country bagi negara lain.
Namun, menurut Boris, belum terlambat bagi Indonesia untuk menyiapkan strategi untuk memiliki potensi besar. Karena, adanya SDA yang berlimpah dan bonus demografi yang memadai.