REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Polresta Bandara Soekarno-Hatta menunggu hasil pemeriksaan kejiwaan pelaku berinial RA (19 tahun). Hal itu, terkait kasus penganiayaan yang dilakukannya terhadap seorang perawat berinisial DW (32 tahun) yang dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Saat ini penahanan terhadap pelaku dibantarkan ke rumah sakit jiwa untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan. "Sudah (ditetapkan jadi tersangka), dan penyidik bantarkan (penahanannya). Tersangka dibawa ke RS Jiwa Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta Barat untuk observasi kondisi kejiwaan selama seminggu ke depan," ujar Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta Kompol Alexander Yurikho kepada Republika, Senin (1/3).
Alex menjelaskan, pihaknya akan melanjutkan proses penyidikan jika pelaku dinyatakan tidak mengalami gangguan jiwa. Dan sebaliknya kemungkinan akan dihentikan apabila terbukti mengalami gangguan kejiwaan.
"Kalau dari visum et repertum psikitarium nya kondisi kejiwaan nya menyatakan tidak ada gangguan, maka penyidikan akan dilanjutkan. Jika mengalami gangguan kejiwaan, maka melalui mekanisme gelar perkara kemungkinan akan dihentikan penyidikannya," ujarnya.
RA diketahui telah melakukan tindak penganiayaan dengan menyayat leher sebelah kiri DW yang merupakan perawat tempat rehabilitasi. Insiden itu terjadi tepatnya di parkir terminal 2 Bandara Soetta pada Jumat (26/2) sekira pukul 00.55 WIB. Kasus tersebut berawal setelah RA berselisih dengan orang tuanya dan memutuskan untuk pergi ke Bali dengan menggunakan sepeda motor.
Orang tua RA lalu meminta bantuan DW yang diketahui sempat merawat RA di Yayasan Dhira Suman Tritoha. Yayasan tersebut merupakan salah satu tempat rehabilitasi bagi gangguan jiwa dan narkotika. Kemudian DW nendapatkan informasi lewat whatsapp bahwa RA berada di Bandara Soekarno-Hatta.
DW beserta orang tua RA pun menuju ke bandara internasional tersebut untuk menemui RA. Namun sesaat setelah bertemu, RA tiba-tiba menyayat leher DW hingga mengalami pendarahan. Pelaku langsung diamankan oleh pihak kepolisian tanpa adanya tindakan untuk kabur.
Atas perbuatannya, RA dijerat Pasal 351 dan atau Pasal 352 KUHPidana dan atau Pasal 2 Ayat (1) Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.