REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi memberikan insentif pajak berupa pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah selama enam bulan dari Maret sampai Agustus 2021. Adapun mekanisme pemberian insentif PPN dengan besaran 100 persen ditanggung pemerintah atas rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar dan sebesar 50 persen ditanggung pemerintah atas rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemberian insentif PPN sektor perumahan yang ditanggung pemerintah ditetapkan anggarannya sebesar Rp 5 triliun.
"Jadi ini sudah masuk ke insentif usaha yang Rp 58,46 triliun, kendaraan bermotor dan perumahan masuk kategori insentif usaha,” ujarnya saat konferensi pers virtual Pemberian Insentif Kendaraan Bermotor dan Perumahan, Senin (1/3).
Sementara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan penghapusan PPN pembelian rumah karena sektor properti terdampak pandemi. Kemudian alasan lainnya karena sektor ini banyak menyerap tenaga kerja dan banyak berkaitan dengan industri lain, sehingga butuh dukungan stimulus dari pemerintah.
“Pertimbangan pemerintah menilai selama 20 tahun terakhir kontribusi sektor properti terhadap ekonomi terus meningkat pada 2000 sebesar 7,8 persen menjadi 13,6 persen pada 2020. Namun, pada 2020 sektor properti mengalami kontraksi jadi minus dua persen bahkan sektor konstruksi minus 3,3 persen,” jelasnya.
Dari sisi lain pekerja sektor properti terus meningkat sejak 2000 sampai 2016, lalu melandai hingga 9,1 juta pekerja, tapi turun jadi 8,5 juta pada 2020. Hal ini diperparah dengan penjualan industri properti pada 2020 yang turun sampai 21 persen, dampak terbesar dari penjualan rumah turun sampai 37 persen.