REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak hanya untuk kendaraan bermotor, pemerintah juga memberikan relaksasi pajak ke sektor properti, khususnya perumahan. Insentif itu berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, latar belakang insentif perumahan tersebut yakni selama 20 tahun terakhir kontribusi sektor properti terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat. Kontribusi sektor properti naik dari 7,8 persen pada 2000 menjadi 13,6 persen pada 2020.
Hanya saja, kata dia, saat ini pertumbuhan properti terkontraksi. "Tahun lalu, sektor tersebut minus dua persen. Bahkan sektor konstruksi turun lebih dalam hingga minus 3,3 persen," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin (1/3).
Sektor konstruksi yang merupakan sektor dengan output multiplier tinggi, multiplier effect, baik dari sisi forward-linkage maupun backward-linkage sangat tinggi. Terdapat 174 industri terlibat seperti industri baja, semen, cat, mebel, alat rumah tangga, dan lainnya, serta terdapat 350 jenis industri kecil terkait seperti industri furnitur.
"Jadi diperlukan insentif fiskal untuk sektor properti," ujarnya. Pemerintah, kata dia, memberikan insentif PPN atas penyerahan rumah tapak dan susun.
PPN tersebut ditanggung pemerintah selama 6 bulan untuk masa pajak yang terhitung dari Maret. Mekanismenya, 100 persen dari PPN yang tertuang atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Sedangkan harga kisaran Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar mendapat stimulus sebesar 50 persen.
Perlu diketahui, Kontribusi kredit properti terhadap total kredit juga terus meningkat dari 7,3 persen pada 2002 menjadi 19,5 persen pada 2020. Hanya saja, pandemi membuat sektor itu turun sampai 21 persen pada tahun lalu.