REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China melakukan kampanye untuk menepis tuduhan global atas pelanggaran hak asasi manusia, pelecehan terhadap perempuan, dan sterilisasi terhadap perempuan Muslim Uighur di Xinjiang. Pejabat China menyebutkan nama dan mengungkapkan data medis pribadi serta informasi tentang kesuburan sejumlah perempuan di Xinjiang.
Berdasarkan data yang diungkapkan oleh pejabat Cina, beberapa perempuan dituduh berselingkuh dan memiliki penyakit menular seksual. Para pejabat mengatakan, informasi itu adalah bukti karakter buruk perempuan di Xinjiang.
“Untuk menegur tindakan beberapa media, kami telah mengambil serangkaian tindakan,” ujar Wakil Kepala Departemen Publisitas Xinjiang, Xu Guixiang.
China menggelar acara media khusus undangan yang dikontrol secara ketat di Xinjiang. Para jurnalis diminta untuk mengirimkan pertanyaan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum acara khusus itu diselenggarakan. Di sisi lain, Beijing juga telah menyiapkan video yang direkam sebelumnya dan kesaksian mantan penghuni kamp interniran di Xinjiang dan tokoh agama. Beijing mengemas konten video itu dengan judul, "Kebenaran Tentang Xinjiang: Mengungkap Kebohongan dan Fitnah yang Dipimpin AS Tentang Xinjiang".
Selama konferensi pers harian reguler minggu lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin menunjukkan foto-foto saksi yang menggambarkan pelecehan seksual di Xinjiang. Wang mengatakan bahwa kisah salah satu wanita yang mengalami pelecehan seksual dalam foto itu adalah sebuah "kebohongan dan rumor". Wang kemudian memberikan detail data medis tentang kesuburan wanita itu.
Pada Januari, pejabat Xinjiang mengatakan, seorang perempuan yang berbicara dengan media asing telah menderita sifilis. Pejabat Xinjiang itu menunjukkan foto rekam medis perempuan tersebut.
"Semua orang tahu tentang karakter inferiornya. Dia malas dan suka kenyamanan, kehidupan pribadinya kacau, tetangganya mengatakan bahwa dia berzina selama di Cina," ujar pejabat Xinjiang yang tidak disebutkan namanya itu.
Tinjauan Reuters terhadap presentasi pemerintah China dan wawancara dengan para ahli menunjukkan kampanye tersebut mengisyaratkan ketakutan China bahwa mereka telah kehilangan kendali atas narasi Xinjiang. Seorang profesor sejarah China di Universitas Georgetown, James Millward mengatakan, alasan Partai Komunis prihatin dengan kesaksian perempuan di Xinjiang karena hal itu telah merusak premis awal tentang pembentukan kamp interniran untuk memerangi terorisme.
“Salah satu alasan Partai Komunis sangat prihatin dengan kesaksian perempuan ini adalah karena hal itu merusak premis awal mereka untuk apa yang mereka lakukan disana, yaitu anti-terorisme,” ujar Millward.