REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, menyatakan siap untuk mengadakan pemilihan parlemen cepat jika oposisi menyetujui persyaratan tertentu. Penawaran tersebut dilakukan setelah ribuan orang bergabung dengan unjuk rasa jalanan di ibu kota Yerevan pada Senin (1/3).
Berbicara kepada ribuan pendukung yang berunjuk rasa, Pashinyan mengusulkan diadakannya referendum pada Oktober untuk mengadopsi konstitusi baru. Dia mengatakan pemilihan cepat dimungkinkan dalam kondisi tertentu.
Pashinyan telah menyarankan faksi parlemen menandatangani sebuah memorandum yang berjanji untuk tidak memilih orang lain sebagai perdana menteri jika dia melakukan pemilihan awal. "Kami akan pergi ke pemilu dan kami akan melihat pengunduran diri siapa yang diinginkan orang-orang," katanya dikutip kantor berita Interfax.
Pemimpin yang berkuasa sejak 2018 di bekas republik Soviet yang berpenduduk kurang dari 3 juta orang ini menghadapi krisis setelah tentara pekan lalu menuntutnya mundur. Dia menyatakan upaya tersebut merupakan upaya kudeta.
Selain demonstrasi yang mendukung Pashinyan, beberapa ribu orang berkumpul di rapat umum oposisi di dekat gedung parlemen. Mereka mengibarkan bendera Armenia dan meneriakkan "Armenia tanpa Nikol!"
Para pengkritik menuduh Pashinyan mengacaukan konflik dengan membuat Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial di dan sekitar Nagorno-Karabakh. Daerah itu diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni dan hingga saat ini sepenuhnya dikendalikan oleh etnis Armenia. Dia telah menerima tanggung jawab atas hasil konflik tetapi menolak seruan untuk mengundurkan diri.