Selasa 02 Mar 2021 11:53 WIB

AS akan Jatuhkan Sanksi ke Rusia

Sanksi diberikan terkait dengan peracunan politikus oposisi Alexei Navalny.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny.
Foto: AP / Alexander Zemlianichenko
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan menjatuhkan sanksi untuk Rusia terkait peracunan terhadap kritikus Kremlin Alexei Navalny. Keputusan Presiden Joe Biden untuk menjatuhkan sanksi mencerminkan sikap yang lebih keras terhadap Rusia ketimbang pendahulunya, Donald Trump.

Dua sumber dengan syarat anonim yang mengetahui masalah tersebut mengatakan pada Senin (1/3), AS akan menjatuhkan sanksi di bawah dua perintah eksekutif di antaranya perintah eksekutif 13661, yang dikeluarkan setelah invasi Rusia ke Krimea. Kemudian perintah eksekutif 13382, yang dikeluarkan pada 2005 untuk memerangi proliferasi senjata pemusnah massal.

Baca Juga

Kedua perintah tersebut memungkinkan AS membekukan aset Rusia dan secara efektif melarang perusahaan dan individu AS untuk berurusan dengan Rusia. Sumber tersebut mengatakan, pemerintahan Biden juga berencana bertindak di bawah Undang-Undang Pengendalian Senjata Kimia dan Biologis AS dan Penghapusan Peperangan tahun 1991, yang memungkinkan tindakan hukum.

Sumber itu mengatakan, beberapa orang akan menjadi sasaran dalam sanksi yang paling cepat akan diumumkan pada Selasa (2/3). Namun sumber tersebut menolak menyebutkan nama atau kemungkinan ada sanksi lainnya. Washington akan tetap memberikan keringanan yang mengizinkan bantuan asing dan lisensi ekspor tertentu untuk Rusia.

Sumber lainnya mengatakan, tindakan AS dikoordinasikan dengan sanksi yang dapat diterapkan oleh Uni Eropa. Para menteri luar negeri Uni Eropa sepakat pada 22 Februari untuk menjatuhkan sanksi kepada empat pejabat senior Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin, terutama sebagai tanggapan simbolis terhadap pemenjaraan Navalny.

Navalny ditangkap oleh kepolisian saat ia baru tiba di Moskow pada 17 Januari setelah menjalani perawatan di Berlin, Jerman. Navalny berstatus terpidana atas kasus pelanggaran penangguhan hukuman. Di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim memvonisnya 3,5 tahun penjara. Navalny kemudian mengajukan banding. Lama hukumannya dipangkas menjadi enam pekan saja.

Navalny sempat kritis akibat kena racun saraf mematikan, Novichok, di Siberia musim panas tahun lalu. Novichok merupakan racun yang oleh badan pengawas senjata kimia dunia (OPCW) dilarang digunakan. OPCW membenarkan Navalny sakit karena diserang oleh racun tersebut. Kritikus Kremlin itu mendapatkan perawatan medis secara intensif di Jerman hingga pulih.

Bulan lalu, Biden menyebut pemenjaraan Navalny "bermotif politik". Dia menyerukan agar Rusia segera membebaskan Navalny dan sekutunya yang ikut ditahan. Biden  telah menjanjikan pendekatan baru dan tangguh terhadap Moskow, dengan mengatakan Amerika Serikat tidak akan "abai" lagi dalam menghadapi tindakan agresif oleh Rusia.

Dalam kasus Navalny, mantan Presiden Trump tidak melakukan apa pun untuk menghukum Rusia. Pakar hak asasi manusia terkemuka PBB mengatakan, Moskow harus disalahkan karena berusaha membunuh Navalny sebagai bagian dari pola serangan terhadap para kritikus untuk membungkam perbedaan pendapat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement