Pakar UGM Imbau Presiden Cabut Perpres Investasi Miras
Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Miras | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman modal yang didalamnya tertuang kebijakan investasi bagi industri minuman beralkohol atau minuman keras (miras) pada empat provinsi yakni Bali, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Kebijakan ini menuai pro kontra di masyarakat. Tidak sedikit dari kelompok masyarakat dan ormas keagamaan yang menolak perpres ini yang memandang lebih banyak dampak negatifnya dibanding sisi positifnya.
Pakar Bidang Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM Hempri Suyatna juga menyampaikan pandangan yang sama. Menurutnya kebijakan investasi miras justru akan mendorong produksi miras kian tidak terkendali dan konsumsi miras semakin masif di masyarakat.
"Saya kira pengusaha akan membuka pola pikir agar mereka memperoleh keuntungan sehingga akan mendorong investasi miras lebih luas dan masif sehingga konsumsi miras di kalangan masyarakat semakin meningkat. Justru dampak negatif lebih kuat daripada positifnya meskipun itu hanya diberlakukan di empat provinsi saja," kata Hempri Suyatna, dalam siaran pers, Selasa (2/3).
Perpres kebijakan investasi miras ini menurutnya membuka paradigma investasi namun tidak memperhatikan aspek moral, etika dan kesejahteraan masyarakat. Ia berharap jangan sampai kebijakan ini memberikan ruang bagi pemilik modal tertentu untuk mengabaikan aspek moral dan etika yang selama ini tetap dipertahankan di masyarakat.
Oleh karena itu ia mengusulkan aga Presiden Joko Widodo untuk menarik kembali kebijakan soal investasi miras di empat provinsi ini demi menjaga moralitas masyarakat. "Presiden sebaiknya menarik perpres ini demi moralitas," katanya.
Bagi Hempri, legalisasi miras dengan alasan membuka keran investasi dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat kuranglah tepat. Sebab menurutnya pemerintah bisa mengalihkan pada investasi yang lain pengelolaan pertanian dan produk UMKM di daerah. "Banyak ruang yang bisa dilakukan daripada legalisasi soal miras," paparnya.
Lebih jauh Hempri mengkhawatirkan apabila kebijakan investasi miras ini tetap dipaksakan akan bisa menimbulkan konflik sosial di masyarakat, baik konflik horizontal antar masyarakat maupun konflik vertikal dengan pemerintah. "Apalagi benturan dikaitkan dengan konteks agama, halal, dan haram. Potensi rawan konflik sangat besar sekali. Sekali lagi, perpres ini lebih banyak negatifnya daripada sisi positifnya," katanya.