REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengatakan pemberian upah per jam hanya berlaku untuk pekerja paruh waktu dengan waktu kerja tertentu. Menurut Pasal 16 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, upah per jam hanya hanya dapat diperuntukkan bagi pekerja atau buruh yang bekerja secara paruh waktu.
"Jenis upah berdasarkan satuan waktu yang dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan perlindungan bagi pekerja paruh waktu melalui pengaturan upah per jam," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Tri Retno Isnaningsih dalam acara dialog virtual pada Selasa (2/3).
Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani menjelaskan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pekerja paruh waktu adalah pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam sepekan atau kurang dari tujuh jam per hari. Upah per jam bagi pekerja paruh waktu, menurut ketentuan dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
"Upah per jam itu dibayar atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh, di mana dalam menyepakati tersebut tidak boleh kurang dari formula upah per jam," kata Dinar.
Menurut formula yang tertuang dalam peraturan pemerintah, upah per jam sama dengan upah sebulan dibagi 126. Angka 126 itu, Dinar menjelaskan, merupakan rata-rata waktu kerja pekerja paruh waktu dalam setahun, yaitu 52 minggu dikalikan 29 jam per minggu dibagi 12 bulan.
Ia mengemukakan formula penghitungan upah per jam dapat ditinjau kembali jika memang terjadi perubahan signifikan dalam median jam kerja pekerja paruh waktu. Hasil peninjauan itu akan ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dengan mempertimbangkan hasil kajian Dewan Pengupahan Nasional.