REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Satu tahun lalu, 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan secara resmi dua orang divonis terjangkit virus corona jenis baru (Covid-19). Kedua orang tersebut yakni seorang anak dan ibu yang berdomisili di Kota Depok.
Sang anak adalah Sita Tyasutami (31) yang kala itu disebut pasien 01 dan ibunya Maria Darmaningsih (64) yang disebut pasien 02. Keduanya terinfeksi Covid-19 dari seorang WNA Jepang yang positif Covid-19 dan sempat bertemu kedua pasien saat bertandang ke Indonesia.
Hal tersebut membuat heboh warga Kota Depok yang membuat Wali Kota Depok Mohammad Idris langsung bereaksi. Ia saat itu segera menggelar konferensi pers kalau pasien 01 dan 02 berdomisili di Kompleks Studio Alam Indah, Jalan Raden Saleh, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, dan sempat berobat ke RS Mitra Keluarga, Depok, sebelum dirawat intensif di ruang khusus isolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof dr Sulianti Saroso, Jakarta.
Gejala yang ditimbulkan bagi pengidap Covid-19, yakni mengalami flu, demam, batuk, dan sesak napas. "Awalnya putri saya mengalami gejala Covid-19, lalu menyusul saya," kata Maria saat dihubungi melalui telepon, Selasa (2/3).
Maria tak pernah menyangka pandemi Covid-19 semakin merajalela dan masih terjadi hingga saat ini. "Perasaan campur aduk, sedih, terpukul, dan teringat kematian, itu yang ada di benak saya kala mendengar divonis positif Covid-19," kata dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.
Saat itu, Maria mengaku tidak mengetahui banyak informasi mengenai Covid-19, penyebab dan risikonya. "Pastinya saat itu saya stres dan itu semakin memperburuk kondisi kesehatan, padahal awalnya saya cuma mengalami batuk. Lalu, saya mengalami gejala demam 39 derajat Celsius dan tidak ada nafsu makan," tuturnya.
Maria dan anaknya terpaksa harus menjalani isolasi dan semakin stres tak kala anaknya yang lain Ratri Anindya juga divonis Covid-19. Semua itu masih ditambah adanya perundungan dari masyarakat yang menganggap mereka sebagai aib.
"Dulu heboh banget, semua orang bingung, saya juga bingung. Semua berdampak, orang satu kompleks diperiksa dan disuruh menjauh, termasuk tetangga dan pembantu di rumah. Stigmanya itu luar biasa," ungkapnya.
Namun, Maria, Sita, dan Ratri tidak mau larut dalam stres. Perlahan mulai berubah setelah perawatan medis dan psikologis yang didapat selama menjalankan isolasi.
"Kami sudah bisa menerima kalau Covid-19 bukan aib. Kami mulai melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menenangkan pikiran dengan kegiatan seni tari, melukis, dan mendengarkan musik. Itu yang mempercepat kondisi kesehatan kami semakin stabil," katanya menjelaskan.
Pada 16 Maret 2020, Maria, Sita dan Ratri dinyatakan sembuh dari Covid-19. "Saya sekarang sangat percaya kalau rasa kebahagiaan itu dapat meningkatkan imunitas tubuh dan harus bersama-sama melawan Covid-19," ujar Maria menegaskan.
Saat ini, kesibukan Maria selain tetap sebagai dosen juga berbuat kesibukan yang membahagiakan. Salah satunya berkebun dengan mengurus tanaman di halaman rumahnya dan terus bersyukur dan berdoa kepada Allah.
"Berbuat baik dengan rasa cinta dan berdoalah. Kita harus memilik rasa cinta dan semua agama mengajarkan rasa cinta. Jangan pernah abai, apalagi hilang rasa cinta itu. Jadi, mari kita taati protokol kesehatan sebagai wujud rasa cinta yang akan membuat virus menjauh. Hindari sikap tak peduli karena kurang bertanggung jawab terhadap diri dan sekitarnya," ujarnya berharap.
Maria juga meminta masyarakat untuk membantu pemerintah yang luar biasa mencari jalan keluar mengatasi pandemi Covid-19. "Pemerintah memberikan vaksin gratis, sebaiknya manfaatkanlah. Saya melihat pemerintah sudah bekerja cukup baik jadi harus kita dukung. Jadi, dengan vaksin ada harapan, kita terbebas dari pandemi Covid-19," katanya.