REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) menjawab mitos yang beredar di masyarakat bahwa ayam pedaging disuntik hormon untuk menambah bobot dan buruk untuk kesehatan.
Pinsar menyatakan hal itu tidak benar. "Faktornya banyak, sehingga bisa dihasilkan ayam-ayam yang sekarang ini besar-besar. Jadi, sama sekali tidak menggunakan hormon," kata Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Pinsar Rakhmat Nuriyanto dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (2/3).
Rakhmat menjabarkan ayam ras untuk diternakkan sebagai pedaging maupun petelur telah dikembangkan sejak 1900 melalui berbagai penelitian. Pada 1930, lahirlah ayam ras petelur dan beberapa tahun kemudian berhasil ditemukan ras broiler untuk diternakkan sebagai ayam pedaging.
Di Indonesia, kata Rakhmat, ras ayam petelur dan pedaging mulai masuk ke Indonesia dan dikembangbiakkan pada 1960-an. Menurut dia, selama ini para peneliti terus melakukan penelitian hingga akhirnya bisa menghasilkan bibit ayam pedaging yang memiliki bobot berat untuk dikonsumsi.
"Pertama dari bibitnya. Induk ayam itu sudah disilangkan, diseleksi, disilangkan, diseleksi berkali-kali sampai mendapatkan ras yang bisa cepat tumbuh besar. Dulu mungkin untuk mencapai berat 1 kg perlu 90 hari atau 60 hari, tapi dengan teknologi tadi disilangkan dan diambil yang berkualitas, yang bagus, akhirnya mendapatkan bibit yang bagus sehingga cepat besar," kata dia.